Selasa, September 24

Manna Putri Lebah


Randu, si pohon tua di mana negara yang kami diami sekarang, dia kokoh tapi miskin daun. Aku duduk sepi sendiri disini menunggumu, aku takut kau tak datang. Tak bisakah kau datang untuk melihat senyumku saja, kau bilang aku putrimu. Segala beban terlupakan jika kau datang. Aku seorang putri yang kesepian. Lebih baik menjadi pekerja sepertimu yang menikmati hidup. Dunia malam di bar pohon jati sebelah. Bersama teman-teman sambil menggosip dan mendengar rayuan para jejaka pekerja. Huff…

Setidaknya aku memberikan mamfaat kepada makhluk lain. Menjadi serperti wanita Islam. Menjadi wanita seperti ini begitu sempurna. Apakah ini sebabnya dia tak datang lagi padaku. Kupandangi cabang Randu yang berserak, sungguh ia mampu bertahan tanpa daun sama sekali. Aku tidak sanggup.

Ibu melarangku bergaul. Tidak selevel dengan mereka para pekerja, nanti aku jadi liar katanya. Aku hanya boleh keluar dengan keluarga ketika berlibur menghisap sari pada nektar bunga. Apa salahnya menghisap sari buah, aku akan bermamfaat ketika penyerbukan ku berhasil. Aku akan memberi tanda pada bunganya, dan akan menunggu sampai ia menjadi buah. Mungkin saat itu aku telah menjadi nenek. setidaknya aku memberikan manfaat kepada makhluk lain. Bahagia memiliki kebanggaan tersendiri pada buah yang telah kutandai. Ibu, mungkin khayalanku berlebihan untuk seorang putri.

Randu tua … aku masih menunggu dia. Mungkin dia sedang mengumpulkan madu yang banyak. Dia ingin cepat mapan dan memiliki koloni sendiri. Mungkin juga dia bersama wanita pekerja lain.
Cemburu. Mungkin juga sedang bergandengan tangan sambil menghisap madu. Senja datang.

Randu… kau melihat Andre hari ini? oh.. itu dia. Wajahnya gelisah. “Manna, aku akan pergi ke Negara jati, aku akan meninggalkanmu.”
“Tidak Andre, aku kesepian di sini, aku ikut denganmu walau kemanapun,” aku mulai menangis.
“Manna mengertilah, aku tidak bisa melarikan seorang putri, hidup kita berbeda”, ternyata dia takut mendapat resiko mencintaiku.
“Mengapa, kita ini makhluk sosial, kalau ibu melarangku pergi, dia melanggar kodrat,” Aku memberanikan diri melawan kodratku sebagai putri.
“Kita pergi ke negara yang lebih kuat, agar bala tentara ibuku tidak berani mencarinya,” kali ini ia mendengar.
Dia lesu, menatapku “Sayang aku akan mencari Negara sendiri, aku harus berkerja keras, kau tak akan sanggup."
“Andre, aku akan menjadi ratu untukmu, lebah pekerja keras. Aku akan membangun bilik dari lilin yang kukeluarkan dari tubuh ini untuk rumah kita yang mungil, Aku akan melahirkan anak-anak yang lucu dan menunggu dibilik selama tiga hari demi anak kita dan menyuapi mereka dengan larva yang kau bawa pulang, aku akan menunggu di pintu, setiap kau pulang mencari serbuk sari madu. Tidakkah kebahagiaan ini yang kau inginkan Andre," rayuku.

Setelah malam datang, aku bersiap pergi dari istana Randu. Tapi, aku harus pamit dengan ibu secara diam-diam. Ibu tertidur pulas di biliknya, dia pasti lelah setelah seharian rapat dengan koloni Apis Dorsata. ”Ibu, maafkan anakmu yang durhaka ini, aku akan pergi mininggalkanmu untuk mencari dan membuat duniaku sendiri. Aku sudah rela jika suatu saat nanti, anakku sendiri melakukan seperti yang kulakukan ini”. Selamat tinggal ibu......

Andre telah menunggu di depan jendela, tidak sedikitpun air mataku yang menetes. Kini tiba saatnya aku dewasa dan telah menetukan jalan hidupku sendiri. Mungkin dengan cara ini lah koloni ku tak akan punah.
Andre merangkul leherku, ”Terima kasih putri Manna, telah mempercayaiku dan memberiku cinta."

Dia menerbangkan aku tinggi sekali. Woww... ternyata dunia ini indah jika malam. Aku mencium wangi anggrek hutan, menu kesukaan aku dan ibu. Hutan anggrek ... aku pergi.
”Andrenisformis, aku mencintaimu," bisikku di telinganya yang mungil. Aku tak peduli walau dia berasal dari spesies Apis florea. Walaupun dia dengan ejekan lebah kerdil, akan tetap hidup bersamanya.

”Manna, kau adalah madu yang dikirin dari surga kepadaku, ketika aku tersungut-sungut kehausan dan kelaparan dipadang pasir seperti kaum nabi Musa, terimakasih tuhan kau menciptakan ratu lebah untukku.”

Kami pun berguling-guling berlumuran lilin-lilin, menyatakan kasih sayang kami dengan membangun rumah mungil di dahan pohon jati. 
Randu tua, aku merindukanmu.[]

0 komentar:

Posting Komentar