Rabu, Juni 5

Mengubah Prilaku, Kurangi Jumlah Sampah di TPA


Banda Aceh - Sang surya baru saja bangkit dari balik gunung Seulawah. Langit masih meremang, saat burung baru bangun dari mencicit di dahan. 

Segeromban pria naik ke dalam dump truk untuk memulai baktinya pada kota. Segerombolan lagi diturun dari mobil pick-up satu persatu pada ruas jalan yang sudah ditentukan. Membawa peralatan sesuai dengan tugas masing-masing.

Saat gerombolan lain bersiap memulai hari dengan kegiatan amal besar hari ini, para pekerja ini tak peduli dengan gelar hari yang dinamai dunia. Saat warga kota yang mereka manjakan melakukan penghijauan. Para pekerja ini tetap membersihkan kota seperti biasa. Dengan kaos lusuh biru atau oren, seragam ini kerap dikenakan bersama sarung tangan, penutup muka yang hanya menyisakan biji mata. Entah untuk menyaring bau, entah untuk menghindari debu jalanan. Mereka setia bekerja walau bukan dihari lingkungan hidup sedunia yang diperingati setiap 5 Juni. 

Truk biru berlalu-lalang melintasi Kampung Jawa tempat para pekerja ini menuntaskan tugasnya. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) ini kini menjadi gunungan sampah tempat sisa pembuangan seluruh warga Kota Banda Aceh dan termasuk Aceh Besar. 

Sebanyak 168 ton sampah setiap hari dikumpulkan dari 224 ribu jiwa jumlah penduduk Banda Aceh, ditambah penduduk Aceh Besar disekitaran kota yang sampahnya dibuang Ke TPA tersebut. Untuk Banda Aceh saja terdapat 90 desa dari sembilan kecamatan. 

Pembuangan dari rumah tangga merupakan sampah terbanyak yang dikumpulkan. Selebihnya sebanyak 15 persen di pilah di TPA dan dicacah yang berasal dari sampah organik. Cacahan sampah ini akan digunakan sebagai penutup sampah atau bio filter yang membantu pembusukan. Belum lagi hari besar sepeti megang, puasa dan jika ada demo, sampah bisa mencapai 200 ton per hari. 

"Paling banyak sisa makanan rumah tangga yang tergolong sampah organik. Selebihnya plastik belanjaan rumah tangga," kata Kepala Dinas Kebersihan Kota Banda Aceh, Jalaluddin, Selasa (4/6/2013). Padahal sampah ini masih bisa dimamfaatkan dan dijadikan kompos oleh masyarakat, katanya. 

Selama ini pihak Dinas Kebersihan Dan Keindahan Kota Banda Aceh sudah mengsosialisasikan kepada warga secara door to door untuk kampanye. Dinas mengenalkan kepada warga program 3R yaitu Recycle (daur ulang), Reuse (menggunakan kembali), dan Reduce (mengubah bentuk). Melalui pelatihan dan pemahaman tersebut sampah Banda Aceh dapat dikurangi setiap tahunnya. 

Setidaknya 17 persen sampah berkurang karena pola hidup warga kota yang sedikit berubah. "Masyarakat sudah mengerti bagaimana mengolah sampah menjadi barang yang dapat digunakan kembali. Walaupun masih sedikit nilai ekonomisnya," ungkap Jalal, sapaan Kepala Dinas yang belum lama menjabat itu. 

Pada tahun 2012 dinas membutuhkan dana sebanyak Rp1,5 miliar untuk operasional dan pemeliharaan TPA ini. Dana ini dibutuhkan untuk fasilitas pengelolaan sampah organik, pemamfaatan gas landfill dan intermediate Treatment Facility (ITF) sebagainpembangkit listrik. 

Kota Banda Aceh telah masuk dalam nominasi Adipuran Kencana, penghargaan lingkungan dan kota bersih. Hal tersebut karena juri menilai Banda Aceh memiliki potensi mendapatkan gelar tersebut. Pantas jika kota yang telah menerima tiga kali Adipura berturut-turut ini dilirik dan dimotivasi untuk menata kota hijau dan warga sadar lingkungan. 

Saat sosialisasi nominasi Adipura Kencana tersebut, seorang peserta yang diundang Pemko dari Komunitas Hijau meminta kepada walikota. Agar Pemko dapat memberikan intervensi kepada sejumlah supermaket di Banda Aceh untuk menggunkan kantong hasil daur ulang. Walikota Mawardi menyambut baik usulan komunitas masyarakat tersebut. 

TPA Kampung Jawa di Kecamatan Baiturrahman ini dibangun pada tahun tahun 1994 sebagai upaya kota Banda Aceh untuk meraih penghargaan Adipura. Sistem TPA yang sudah memenuhi syarat kota bersih dengan sistem operasional Sanitary Landfill sejak 2009, memudahkan pengolahan sampah yang bertujuan agar tidak mencemari lingkungan. "Memang TPA di kampung jawa belum terlalu ideal. Tetapi kita akan pindah ke TPA di Blang bintang yang lebih baik lagi," ungkapnya. 

Kini TPA kampung Jawa yang memiliki luas 12 hektare itu telah bertambah ketinggian menjadi 12.6 meter Di Atas Permukaan Laut (mdpl) dari ketiggian minimum awal tidak diketahui, yang pasti TPA tersbut sangat rendah dari permukaan laut. Titik ketinggian paling rendah di Banda Aceh adalah 0.8 mdpl. 
Sejak gelombang tsunami menerjang Banda Aceh, TPA ini telah rata dengan tanah dan mulai diisi dengan sampah tsunami dan sampah warga kota dan sebahagian Aceh Besar hingga sekarang. 
Dinas Kebersihan Kota Banda Aceh telah membebaskan lahan baru untuk pembuangan sampah di Blang Bintang, Aceh besar. Seluas 200 hektare dipersiapkan untuk mengganti TPA kampung Jawa. "Kalau bisa TPA baru ini untuk selama-lamanya," pungkasnya. 
Pemko telah menyerahkan sebundel rancangan qanun tentang sampah yang sudah berada di tangan DPRA/Panlek. Ia berharap adanya perubahan prilaku dikalangan masyarakat Banda Aceh dan Aceh Besar agar kuota sampah dapat dikurangi setiap saat. 

"Prilaku mayarakat untuk mengolah sampah memang belum bernilai secara ekonomis. Secara bisnispun belum menguntungkan. Sehingga pemerintah masih mengsubsidi untuk lingkungan," akunya. 

Ia yakin dana yang dibutuhkan untuk biaya operasional akan terus bertambah. Namun dapat dikurangi jika kita lebih sadar dan peduli akan lingkungan. [Yanti Oktiva] 

0 komentar:

Posting Komentar