Jumat, Februari 28

Insomnia cinta Slank

Setelah aku menghentikan rasa
dari mimpi berulang lagi. Kamu ada dalam pelukan di atas kasur merah mu yang kuinginkan. Aku bermimpi saat demam di kamarmu. Saat pacarku sedang jauh. 

Aku berusaha melupakan pesonamu. 
Meski masih ada foto perutmu di dinding hatiku. Setelah aku berusaha menolak rasa rinduku padamu dihadapan dia. Dihadapanmu. Rindu untuk memeluk mu yang tak pernah kulakukan saat mataku terjaga. Saat aku rindu kau menyentuh rambutku saat kau ingin. Rindu saat kau menasehatiku sambil menyentuh bahu. 

Rindu orang dewasa sederhana dan seru. Saat kau rindu. Kau tau aku insomnia. Lalu kau mengisi dengan bahasan serius saat siang enggan diceritakan. Kau tau saat kapan aku rindu. Aku jaga. 
Lalu aku lelap. Kau tau kapankau akan masuk dalam tidur dan jagaku. 

Saat pacarku rindu. Dia membuat aku insomnia. Lalu pergi. Saat aku mencoba tidur. Ingin aku memimpikan pacarku. 

Tetapi yang aku rindu hanya kamu. Dia menciptakan. Kau yang ada. 
Cintaku bagai insomnia saja. Menyiksaku. Datang saat tak tepat. Seperti rinduku padamu. Seperti rindunya padaku. Tubuhku tak dapat kukendalikan. Untuk mencintainya dan melupakanmu lalu kurindukan. 

Aku memiliki selimut tetapi saat terjaga ia berfungsi sebagai guling. Apakah aku harus memiliki guling. Tidak ... Aku butuh penghangat. Aku ingin dipeluk senyawa dengan selimut. Guling membuatku dingin dan kebas. Kau ibarat guling. Pacarku selimut. Berbeda. 

Dia membuat insomnia. Kau obatnya. 
Apa itu cinta ? Cinta memperparah insomniaku. 

Kata slank. Cinta itu chemistry. Aku memilih selimut. 
Cinta itu imajinasi. Aku tak ingin memilih guling. 

Cintai itu puisi. Itu kau
Cinta itu lagu. Itu dia
Cinta itu toleransi. Itu dia
Cinta itu bukan kamu

Kata slank 
Cinta itu Jiwa dan cinta itu ada. Bukan kau. Tetapi dia yang membuat imsomnia untukku. Lalu aku rindu kamu. 

Wahai pacarku, salahkah aku masih merindukan dia saat kau merindukanku? Mau jadi apa cinta ini. 

Kamis, Februari 20

Inul Janda Tista

Bedak sedikit tebal, dipadu gincu dengan warna berlebihan. Ia meminta sedikit sedekah. Katanya buat anak di rumah. Baju kemeja yang sangat ketat. Demikian rok bahan katun bunga-bunga, membungkus pantatnya yang semok. Rambutnya pirang, munkin karena kehilangan pigmen. Gumpalan rambut itu sedikit keluar dari bungkusan jelbab yang diikat ujungnya ke belakang. Aut-autan. 

Ia mengaku datang dari kota sebelah. Tak mengenakan sendal. Tumitnya pecah-pecah. 

Meminta tas kresek kepadaku.
Ada yang unik dari bawaannya. Sebuah tas slempang, lebih mirip tas pinggang. Tergantung foto dirinya dalam plastik seukuran foto juga. Dilekatkan dengan peniti. Foto studio jaman 90-an, fullbody. Cantik sekali. Gayanya di dalam foto itu memang up to date pada jaman ya. 
"Soe nan kak ? (Siapa nama kak?)," tanyaku. 

Ia tersenyum dan buru-buru menunjukkan kalung rantai putih yang tergantung sebuah plat besi tertulis. "Inul Janda Tista" yang terukir di sana. 
Ia membalikkan badan meninggalkanku. Sambil berkata "lon Inul (saya Inul)," mungkin karena pantatnya yang bohai, ia mendapat julukan Itu. Sempat memang aku ngakak saat melafadkan nama penuhnya. Tapi ia tak sepenuhnya waras.
 
Ia menyebrang jalan ke arah menasah desa yang sedang gegap gempita membagikan nasi maulid. Beberapa saat ia kembal dan merepet. Bahwa tidak ada yang memberinya nasi sekulah pun. Tega mereka. 

Lalu Inul pergi dariku. Melewati seorang bapak. Inul menegur akrap, sambil mengelus bahu si bapak. Tersenyum sembari melangkah pergi. 

Itu kejadian tadi siang. Sore ini aku masih berada di pinggir jalan. Ada dua orang laki-laki juga yang sedang menunggu teman. Serang wanita melintasi kami. Mengenakan piama katun, bergambar boneka. Mengigit jari tangan sambil menggoda kedua lelaki tadi dengan pandangan. 

Lalu, seorang dari mereka mencoba tersenyum padanya. Wanita ini spontan malu dan berlari sambil meremas bajunya. Lalu agak jauh ia berhenti di sudut pagar. Sedikit mengintip dan mengigit jari lagi. Kata ibu, itu wanita desa tetangga. Kurang waras juga. Ditinggal suami juga. Subhanallah.