Senin, September 9

Berujar pada malam dan ranting


Rindu bersekongkol malam menghipnotis mata yang menghantarku dalam dekapmu. 

Menguliti rindu yang telah lama membungkus raga. Agar telanjanglah rasa ini dihadapanmu yang sadari, kalau aku sudah lama merindu. 

Agar kau dapat melihat pembuluh yang mengalirkan cinta antara otak dan hati. Mengirimkan sari-sari yang kutelan beberapa malam lalu. Denyutnya menyebarkan cinta ke setiap pembuluh yang menjalar dalam daging meratakan rasa. 

Kau bagai puncak bersalut kabut, menutup ranting membelai pucuk. Kabut ini umpama cinta yang menyetuh daun padamu pohon dengan butiran embun lalu terjatuh ke akar. Hisaplah perlahan karena itupun wujud belaiku dalam kerongkonganmu. Jadikan ia minuman penyembuh untuk musim semi nanti. 

Pergilah kemana kau suka. Aku tak perlu ikut. Agar kadar rindu kembali berdenyut menetralkan cinta yang tak pernah ada saat bersama. Yaaa rindu ini terasa indah. Dalam pejam aku memandang kau menyambut tanganku. Dalam jaga kau memang ada di depan mata tak akan memandangku. 

Bagaimana kubiarkan kau di sini, sedangkan aku tak menikmati. Ketiadaan membuatmu hidup dalam denyut dan hayalku. Mimpiku terwujud. 

Keberadaan hanya membuatmu menjadi batang pohon kering tanpa belaian embun dan pelukan kabut. Tunggulah saat semi datang, nanti kau akan merasakan pilus cintaku pada puncak yang menghantarkan butiran embun pelepas dahagamu. 

Itupun jika tak ada badai yang merampas asaku pada rantingmu dan mencabutkan akar cintaku. Pergilah ... Saat kembali kabutku segera memelukmu dalam pejamku. 


0 komentar:

Posting Komentar