Selasa, April 29

Aksimoron Kepentingan Pejabat


Pernah perhatian sama koran senin pagi ? headline tentang penggerebekan hotel yang dilakukan bunda. Sebelah dalam, pemberitaan tentang niatan pemerintah Aceh tentang wisata. Kontras. Memang.

Provinsi kami lucu memang. Aksimoro memang kerap tertulis dalam setiap lembar media massa. Sesuai dengan fungsinya, media menjadi corong tempat penyebaran informasi. Ada yang baik atau yang buruk. Fungsi lain media adalah pencitraan. Seorang pejabat dianggap oleh media, berhasil jika dia melakukan penggerebekan langsung. Saya bilang, ini pencitraan. Atau bunda tidak lagi percaya sama WH dan Satpol PP. Secara struktur organisasi, ini bukanlah tugas dari seorang pemimpin. Secara keorganisasian ini salah.
Headline ini merupakan berita yang paling banyak dibaca dan diinginkan oleh pembaca koran. Isi dalam berita biasa. Jadi framing yang disediakan koran ini menggiring saya berpikir, bahwa Banda Aceh lebih mementingkan pemberantasan maksiat. Bagaimana dengan kenyamana wisatawan yang berada di hotel yang sedang digerebek oleh bunda and the genk. Bagaimana kita sebagai warga menyikapi ini? 

Mengapa hotel yang menjadi sasaran dan dicurigai untuk memberantas maksiat. Apakah tidak ada cara lain?
Bagaimana kami, sebagai warga mendukung pariwisata di Aceh, jika berita gerebek hotel di hadirkan pada headline sebuah koran lokal. Kami sebagai penulis, khususnya saya, baru kali ini berpartisipasi ikut serta mempromosikan pariwisata Aceh lewat lomba blogger. Tetapi kenyataannya bunda melakukan hal yang membuat saya menyesal untuk berpartisipasi.

Biasanya saya menulis berita wisata hanya jika dibayar. Membaca koran senin pagi membuat saya bengong  dan miris. Apa guna saya promosi, apa guna saya ikut lomba menulis wisata ? jangan-jangan  lomba ini hanya program menghabiskan APBD. Beberapa orang dilatih cara menulis blog, lalu ada lomba. Kita liat saja nanti, sudut pandang tulisan yang dimenangkan.

Saya ragu, tulisan yang menang yang dapat membuka pikiran orang banyak dalam mempromosikan tempat wisata. Biasanya yang ikut lomba hanya menampilkan yang indah-indah, mencoba menjilat pantat panitia. Mana tau dia bisa menang, biasanya seperti itu. Saya miris.  
**
Oxymoron atau yang dalam bahasa Indonesia kita sebut sebagai Oksimoron adalah suatu majas yang menempatkan dua antonim dalam sebuah hubungan sintaksis. Oksimoron dapat berfungsi untuk meluaskan makna atau cakupan semisal tua muda, yang mana merujuk tidak hanya pada kaum tua tetapi juga pada kaum muda dan menjadikannya sebagai suatu kesatuan.
Berikut merupakan beberapa contoh lain dari oksimoron :
Keramah-tamahan yang bengis, perang saudara, Untuk menjadi manis seseorang harus menjadi kasar,
Dengan membisu seribu kala, mereka sebenarnya berteriak-teriak dala

Selasa, April 22

Geliat Pecinta Burung di Banda Aceh

Sea & Shore Bird at Lampulo, Banda Aceh | www.rinaldiad.com


Ngeten burung alias bird watching adalah hobi baru dikalangan fotografer yang menyukai wildlife. Komunitas inilah yang berjasa mendata burung di kawasan Banda Aceh dan Aceh Besar. Fotografer merupakan penggiat alam bebas ini akan berkamuflase ke poin kawasan permainan burung pada bulan April hingga Agustus. Musim peralihan ini, Aceh akan kedatangan burung migrasi yang menambah keanearagaman satwa.
Aceh Wildlife Photographer atau AWP adalah nama komunitas ini, yang kebanyakankan memotret burung dari pada satwa liar lainnya. Lewat sosial media, fotografer ini memperkenalkan burung hasil jepretan mereka. Mereka tidak hanya menikmati hasil foto, mereka juga mempelajari suara burung untuk mengetahui spesies dan perilaku. 
Tibang dan Syiah Kuala merupakan kawasan tempat burung berkumpul khususnya burung migrasi. Di sinilah para fotografer berkamuflase saat musim peralihan. Bulan April hingga Agustus biasanya, Banda Aceh akan kedatangan burung migrasi. Bulan ini adalah musim peralihan, antara musim hujan dan kemarau burung-burung berdatangan dan tinggal di kawasan pesisir.
Diantaranya terdapat Kuntul, king fisher, kokokan laut adalah jenis burung yang sering beterbangan di hutan kota Banda Aceh. Sementara luar Banda Aceh, dimana pasukan AWP memotret burung endemik Sumatera.
Bukan hanya AWP, Cicem Nanggroe sudah eksis sejak 2008 pengamatan biodiversiti untuk mendokumentasikan keragaman burung yang ada di Aceh. LSM ini awalnya juga kumpulan penyuka burung yang kemudian serius mengumpulkan data burung Aceh.
Selama ini Cicem Nanggroe hanya melakukan survey untuk data per lima tahun. Tugas LSM ini melakukan penelitian, publikasi dan kampanye. Meskipun begitu, masih sedikit pengamat burung di Aceh, karena setiap lima tahun semua data harus di-resecrh ulang untuk mengetahui penambahan dan pengurangan spesies burung di Aceh.
Hutan menjadi indikator bahwa keberlangsungan spesies burung tertentu seperti  Rangkong. Jenis ini akan berkembang biak dalam pohon besar yang dilubangi. Ketika pohon besar tidak ada, spesies ini terancam punah. Status hutan di Banda Aceh dapat dilihat dari struktur vegetasi yang tidak beragam pohon akan penyebab sedikitnya jenis spesies burung. Meskipun burung sangat berkontribusi dalam penyebaran benih pohon, burung juga butuh hutan untuk berkembang biak. Meskipun tugas utama burung membawa benih tumbuhan untuk penyebaran pohon, ia juga butuh pohon. 

“Burung ini, melakukan migrasi dari luar Aceh yang diprediksikan oleh pengaruh angin, bukan faktor pohonnya saja,“ kata Agus Murja, pendiri Cicem Nanggroe.
Ia bersama beberapa pecinta burung lainnya, mengkampanyekan keberlangsungan burung di Aceh. 

Sejak dulu, masyarakat Aceh mengenalkan burung kepada generasi dalam hikayat. Seni bertutur ini hanya melestarikan nama dan perilaku burung, tapi generasi sekarang tidak lagi mengenal burung ini. Hanya penduduk yang berkegiatan di dalam hutan yang masih mendengar keindahan suara burung Cem Pala Kuneng, yang menjadi kebanggaan rakyat Aceh. Namun hanya tinggal nama, tidak ada orang yang tau bagaimana keindahan suara dan cantiknya bulu si Pala Kuneng sebenarnya.
Padahal, menurut Agus, burung ini disebut burung Sunda, yang pertama ditemukan peneliti di Sunda. Cem Pala Kuneng masih satu genus dengan Murai Batu, Trichixos Pyirropygus. Padahal orang Aceh menganggap burung mungil ini endemik. 
Seiring waktu, hutan telah dieksplorasi lebih dalam, burung endemik dan langka semakin jauh dari kehidupan manusia.
Meskipun pemerintah berusaha membuat kota Banda Aceh menjadi kota terbuka hijau, namun spesies burung belum begitu banyak bertambah. Keragaman jenis hutan berpengaruh untuk didatangi burung-burung, tapi belum ada publikasi jenis burung untuk warga dalam rangka kampanye dan penyebaran informasi keaneragaman burung. 
Pemerintah kota pernah memaparkan ada 100 spesies burung di Banda Aceh saat ini. Info tersebut  dikatakan oleh Wakil Walikota Iliza Saaddudin dalam sebuah acara lingkungan. Hanya seremoni, tidak ada program lanjutan untuk pelestarian pohon dan burung. Kota Banda Aceh berusaha mempertahankan penghargaan kota hijau lewat hutan kotanya. Tahun 2013, Banda Aceh terpilih sebagai kota terbaik III Se-Indonesia, setelah Pekalongan dan Balikpapan. Banda Aceh juga meraih penghargaan kota dengan kualitas udara terbaik dari Kementerian Lingkungan Hidup dari Kementerian Pekerjaan Umum (PU).

Data Cicem Nanggroe lima tahun terakhir mendata bahwa Banda Aceh memiliki 40 spesies lebih. Dominan jenis kuntul pantai dan Meurebah Cerucuk yang hinggap di semak-semak. Data ini sangat kontras dengan informasi yang dilakukan pemerintah. 
Namun para pengamat burung yang berdomisili di Aceh, khusunya Banda Aceh tidak tinggal diam. Dengan sekedar hobi, mereka telah mendokumentasikan dan melestarikan keberadaan burung dengan cara masing-masing.
Aceh birder misalnya, sebuah ekotur sejenis wisata lingkungan yang mengajak pecinta burung untuk melakukan wisata alam. Tahun ini Aceh Birder mengajak wisatawan mengunjungi spot di Gayo Hiland. Dengan mengeluarkan biaya 400 dolar selama tiga hari untuk wisatawan asing khususnya. 
Dengan Tema Holistik Sumatera, biasanya tamu dibatasi hanya lima orang agar tidak menganggu kenyamanan burung saat pengamatan. Wisatawan yang dipandu  Aceh Birder adalah warga asing yang ingin mencoba wisata petualang dan ilmu sains. Belum ada wisatawan lokal atau Indonesia yang meminta wisata ini. Mereka mengakui promosi masih sangat kurang dengan hanya mengandalkan sosial media. Biasanya yang menjadi langganan menggunakan jasa guide adalah para peneliti dan ahli burung yang datang dari manca negara.
“Penggila burung dipanggil twitcher ini yang mau datang jauh-jauh untuk pengamatan burung. Pengamat ini
terobsesi untuk melihat semua jenis burung di dunia,” ujar Agus.
Blue-throated Bee-eater
Menurut Agus, masalah terkendalanya publikasi selama ini karena burung hanya menjadi target ilmiah. Para peneliti tidak berkeinginan untuk melakukan publikasi kepada masyarakat. “Tugas peneliti bukan publikasi,” ungkap Agus.
“Terkadang ada baiknya tidak dieksplor ketika sesuatu indah dan baik, maka manusia akan mengeksplor dan menjadikan burung target,” jelas Agus. Keindahan  burung yang ada di Indonesia menjadi sasaran penikmat burung. Komunitas Love Bird berusaha memiliki dan menyangkarkan burung dengan menikmati suara dan tingkah laku si burung di rumah mereka.
Burung dalam sangkar ini kebanyakan menjadi jagoan dalam pameran dan lomba kicau burung. Kegiatan ini sendiri disponsori oleh pemerintah. Ekplorasi ini biasanya mendapat dukungan penuh dari oleh Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Aceh. Tahun lalu 350 burung bertanding untuk mengambil sederetan piala yang sudah menunggu pemilik burungnya.  Dalam acara tersebut, kepada dinas menyebutkan ajang ini sebagai sarana silaturahmi antara kicau mania. Yang bertujuan untuk melestarikan burung akibat banyak sekali perburuan liar kepada burung.
Komunitas tidak menyadari kegiatan dan hobi inilah yang melakukan perburuan burung. Belum lagi mengkandangkan burung membuat perubahan perilaku seekor burung. Yang sangat mempengaruhi berdasarkan pakan buatan yang diberikan.
“Makanan tidak alamiah akan mengakibatkan perubahan perilaku kepada burung. Belum lagi burung tersebut menjadi pasif karena terus menerus berada di dalam sangkar,” ujar Agus,  alumni kedokteran hewan Universitas Syiah Kuala ini.

Video Camouflage
Birding Photo at Lamteh manggrove, Banda Aceh, Aceh
https://www.facebook.com/photo.php?v=1728131009842&set=vb.1435445382&type=3&theater