Kamis, September 12

Nightingale




Lagu pemberianmu saat kita masih bersama dalam diam, denting ini dulu hanya sebagai pengantar tidurku. Saat kau ingin mengenang pujaan hatimu melalui aku, kau mugkin sedang menyiksa diri pada lagu ini. 

Ternyata kini aku dapat merasakan siksaan lagu ini dengan sayup, sedih dan perih. Alunan yang menyiksa setiap tiupan nafas peniup seruling Jepang. Seakan menyayat setiap kenangan perpisahan kita saat kau pergi. Perih mengenang kala itu. kini lebih perih saat diputar pertama kali setelah kau pergi.

piano dengan alunan denting penuh siksaan ini, aku dapat merakan bagaimana sakralnya sebuah cinta tak terbalas. Terima kasih telah mengajarkan arti mencinta dan merindu yang tak biasa namun seru dan bermakna.Mengenangmu bukan pada yang lucu, bukan pada yang cerdas.... hanya pilu. Seakan ada tekanan saat kau semakin melangkah jauh.

Ranting kering tempat aku berdiri ini dulunya penuh daun disaat semi. Sejak hembusan angin yang mengirim pergi, daun gugur bersama asaku padamu. Demikian menyakitkan kah ? sehingga kau pergi menitipkan sayatan alunan ini. Aku harap kau menoleh untuk menyembuhkan sedikit tekanan di dadaku. Hanya senyummu yang meredakan rindu. Tak udah kembali jika itu tak mungkin. 

Akulah burung Bubul yang mengharap mu kembali, ranting di pohon ini butuh keseimbangan untuk dapat berdiri tegak hingga musim semi tahun depan. Hanya saja aku bertanya, masihkan hatimu bertengger pada cabang ranting yang lain?

0 komentar:

Posting Komentar