Minggu, Desember 15

Malam pengukuhan

Merah, kuning, hijau, biru dan putih gulungan umbul menjalin diri. Bertopang pada empat tiang kokoh untuk berlindung dari hujan dan terik matahari. Atap umbul warna warni itu bukan hanya satu, berpuluh menutupi segala halaman. Kenyamana nomor satu untuk memayungi ratusan tamu esok hari. 

Warna warni juga ada disepanjang median jalan. Bunga selamat memeriahkan pesta. Di luar pagar terlihat empat mobil baja mengangkang sombong di sisi gerbang. Terdapat satu pos keamanan dari tenda hijau. 

Orang masih berlalu lalang mempersiapkan kesempurnaan. Beberapa kursi diatur lagi agar tak ada cacat cela. Bukan hanya pohon median yang dikepung papan bunga. Pohon di sepanjang jalan juga dipaku si penguasa. 

Ia terpacak dengan paku pada setiap pohon sambil melotot pada siapa saja yang memandangnya. Meski hanya ukuran kecil tapi ia banyak. Ia hampir berkuasa. Namun pohon tak berdaya. 

Semua orang besok akan ia bodohi. Harus mengenakan baju sesuai permintaan. Agar dia nampak dihargai, bukan dipaksakan. Sebagian orang mengambil kesempatan. Kami di rumah hanya meratap. 

ID Card sudah ditangan. Apakah baju yang akan kita kenakan ? tanya seorang kawan. "Aku dulu sekolah agar tak dibodohi," jawabku. Tapi teman ketajingan, ia tidak memperdulikan. Ia patuh, ia garang. Dalam balutan baju serupa potongan. Mereka sama. 

Malam ini aku berdiri pada pohon yang sedang terpaku kesakitan. Dalam rintihan hujan mensimulasikan diri untuk besok. Mana tau ada pawang yang berjaga sejak malam. 

Kenderaan masih saja lalu lalang. Hingga esok polisi berjaga pada setiap simpang. Aku membuang kartu tanda masuk bergambar pintu ukiran. Semoga besok hujan badai atau terjadi kerusuhan. Amin. 

Minggu, Desember 1

Message Percakapan Rindu

From him:
Yan, aku kangen. 

Me:
Kau lakik orang yang ku rindui dengan malas2an

From him :
reaksi ku saat membaca tulisan diatas, adalah tertawa lalu kosong hingga kata2 ini tersusun. aku suka rangkaian kata diatas 'lurus dan vulgar', sama seperti aku merindu suasana tegang2 jambu saat 'meudakwa' bersama mu walaupun dengan tema dan konsep yang absurd, saat aku kehabisan kata2 untuk berdiksi dengan mu, atau saat kau berceloteh tentang 'kemajuan hidup' juga tentang 'cenceremen' yang tak penting bagi ku, tapi ku dengar saja semua itu bahkan saat aku tak tahu kemana arah kisah2 itu, karna membuat mu tersenyum dengan mata berbinar mungkin salah satu suka ku. 

tiba2 terlintas dbenak ku, mungkin kau salahsatu adalah perempuan yang tak mumpan bujuk rayu ku, ngiangan dikepala ku, hehehehehehe aku senang dengan mu, dengan mu aku bebas berekspresi marah, senang, galau, merasa kimak, berbicara hitam putih abu2 tanpa batas tapi terpagar sampai berjumpa lagi sahabat karena banyak kisah kan ku ceritakan pada mu, samapai jumpa lagi....
***
From my dear soulmate lakik orang nan jauh di mato. 

Aku yakin bukan hanya istrimu saja yang cemburu. Termasuk semua gebetan kita yang masih hidup. 

Yes. I love you but i can't. Hahahaha

Jumat, November 22

Wisata Reliji dan Peminta

Siang itu, saya baru keluar dari mesjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. Lalu-lalang kaki melangkah, baru saja bubar dari shalat berjamaah zuhur. Saya duduk di tangga mesjid mengenakan sepatu. Pemandangan di badan jalan setapak sisi tangga, terlihat ada sekitar delapan peminta sedekah. Semuanya tuna netra. Padahal tadi saat azan dan wuduk, mereka belum ada di lokasi pekarangan mesjid. 

Lalu seorang lagi tuna netra datang dari arah gerbang (bukan dari dalam mesjid), ia tiba di ujung tangga menggunakan tongkat alumunium meletakkan sendal dengan rapi. Ia duduk bersila di atas sendalnya. Membuka sebuah plastik, mungkin bekas permen, seukuran satu kilo. Ia mulai melipat ujung plastik yang kini menjadi sebentuk kantong. Agak terlambat.

Bismillahirahirahmanirrahim... Ia memulai doa, hanya lelaki ini yang bersuara sambil berdoa, sementara yang datang lebih awal tidak. Lelaki tuna netra lain dan seorang wanita tua hanya menadah timba dan tangan kepada yang lalu-lalang. Ada juga yang hanya komat-kamit atau menggerakkan badan.

Tak jauh dari tempat persilaannya, terpaku seorang bapak usia setengah baya. Ia memandang gerak gerik semua peminta di halaman samping mesjid ini. Bukan hanya saja, mungkin dia pun sedang mengumpulkan tanda tanya. Mereka dari mana saja.

Lelaki paruh baya ini mengenakan baju teluk belanga, yang akan hanya digunakan lelaki Aceh saat hari jumat. Bersandar pada pagar pembatas taman yang hanya ditumbuhi palem dan rumput. Keningnya berkerut, kedua ujung bibirnya menurun dan tatapan sayu pada lelaki yang bersila. 

Lalu seorang wanita dan dua orang anak kecil menghampiri. Mereka bersalaman dan menciumi punggung lelaki paruh baya ini. Ia mergoh uang pecahan dari kantong celana kainnya. Dari jaraj tiga meter saya melihat uang kertas asing disisihkan ke kantong celana sebelah kiri. Sisanya uang Rupiah pecahan sepuluh ribu. 

"Bagi kat atok tu," katanya sambil menunjuk dengan sedikit gerakan dagu. Anak-anak itu lalu berjalan tiga langkah memasukkan pecahan merah ke dalam kantong plastik milik si pembaca doa. Keluarga ini lalu melangkah dan menghilang diantara kerumunan. 

Saya juga ikut merogoh kantong, hanya ada pecahan receh, dua keping lima ratus rupiah. Cukup buat parkir. Huff.. Saya tak mampu berbuat apa-apa.


Senin, November 18

Mengulum Rindu

Aq lagi diantara semburat senja
Antara langit biru merah dan jingga
Bahkan matahari punya batas daya
Indah memang

Alam ini indah dengan siklus dan keteraturannya..
Matahari yang sangar dan tegas
Lalu bulan yg kemayu dan melayu
Ditambah Bintang agar bulan tak sendiri dalam malam.. Dalam kelam..

Dan Allah menciptakan alam ini dengan penuh keseimbangan dan kesempurnaan
Maha besar Allah
Untuk segala ciptaan dan yang dikehendakinya..

Rabu, November 13

Cinta Tak Selalu Warna, Ia Butuh Rasa


Jika hati ibarat segelas air. Masing-masing kita membawa sesuatu untuk dilarutkan ketika menemuiku, Kau membawa gincu dengan warna kesukaanku. Merah, kau bilang agar cerah seperti hatiku. Penuh gairah. Kau mengaduk warna buatan itu dalam gelas air putihku. Seketika hati menjadi ranum, menyala. Saat itu memang hidupku berwarna. Setiap bertemu aku menagih rindu pada warna mirahhu itu padamu. Gairah itu hanya ada ketika kau membawa warna dan aku meminumnya tanpa rasa.


Giliranku menuangkan sesuatu dalam gelas kaca di hadapanmu. Aku tak membawa warna yang menikmatkan mata. Aku membawa segenggam garam untuk air putihmu. Aku tau kau tidak tertarik terhadap warna. Kau bilang warna hanya penilaian pada pandangan pertama. Kini aku membawa rasa untukmu. Hanya sesendok garam kularutkan dalam hatimu.
Agar rasa asinnya kau ingat, kau kecap rasaku mengaduk hatimu. Agar kau tau, aku ada bukan untuk dinikamati mata. Tetapi indra yang lain seperti lidah dapat mengantarkan rasa asin lewat saraf menuju ke otakmu.

Ingatlah aku dalam setiap rasa asin yang kau jilati. Saat engkau mengecapi hujan, aku sering bercampur dengan keringat saat kau lelah. Saat itu, rasaku tetap ada.
Aku akan wujud dalam rasa tangismu, saat kau sedih meratapi kesendirian tanpa kasih. Akupun ada dalam rasa air matamu.

Asin rasa kecapan pertama saat kau masih bayi yang diperkenalkan orang tuamu. Aku ada bahkan saat kau baru mengenal dunia.

Meski aku penyuka warna, namun aku butuh rasa yang akan kau larutkan dalam cinta berwujud gelas dan semurni air putih. kau tanpa aku bagai sayur tanpa garam. []

*Gincu dan garam, pesan Bung Hatta kepada pemuda Indonesia.

Selasa, Oktober 22

Pecandu Kopi

Setelah seminggu menjauh dari kotaku. Kau bergegas pulang karena kehilangan aroma dan rasa kopi. Aku dapat merasakan kau yang sakau di sana. Seperti aku yang kehilanganmu. Aroma tubuhmu kurindu. 

Aku percaya tempat yang pertama kau datangi adalah meja di warung kopi langgananmu. Bukan meja kantormu. Bukan pula kamar tidurku.

Candumu hanya pada biji coklat mungil yang telah digonseng. Aroma rindu yang keluar pertanda biji siap berada di dalam pemanggang. Harus segera dikeluarkan, agar pecandu sepertimu tak melupakan aromanya yang menusuk otak dan membuat mata terjaga. Lalu dia diputar untuk didinginkan agar suhu nya menjaga aroma yang membuatmu merindu. 

Seperti aku yang setiap saat terpanggang dengan candu yang kau titipkan lewat mata lelah memandangku malas. 

Lalu kau sabar menunggu Biji kopi di haluskan agar tidak sia-sia dan terbuang sedikitpun. Sama sabar ku menunggu dengan sunyi dan pelan agar tak sedikitpun rindu ini tersiakan sebelum kau kembali. 

Besok pagi, aku hanya akan menanti kau di sudut meja untuk menulis pesanan kopimu. Lalu menyodorkan gelas kopi yang pertama setelah Warung dibuka. Kau sambut dengan senyuman sembari menghirup aroma dari kepulan, lalu melepas lega cafein telah masuk kedalam paru mu. 

Hirupan pertama menjalar bagai menghantarkan ion-ion pelepas rindu. Serumput berikutnya untuk kehausan mencari diri dalam ketidak pastian kala. 
Mungkin besok aku akan gratiskan kopi pancung untuk menyembuhkan rindumu pada kopi. Dan rinduku pada mu. 

Canduku lebih berbahaya karena tak ada pesanan dalam menu yang dapat menyembuhkan. Sebaiknya aku menjelma sebagai kopi. Saat kau menghirupku, aku menyatu dalam raga dan rindumu. 

Atau esok lusa aku ingin terlentang di atas penjemuran, menahan terik demi kau miliki aku dalam secangkir kopi. 


Senin, Oktober 21

Loket bayar pajak

Pukul 8.15 WIB saya tiba di kantor Samsat Sigli bermaksud membayar pajak motor. Saya datang kecepatan rupanya, itupun sudah sesat karena saya kira bayar pajak di kantor polres.
Di sana para petugas sedang melakukan pengajian bersama di surau belakang. Lalu saya melaju mencari Samsat di Simpang Empat Sigli. 
Menunggu jam loket buka sembari membaca koran yang tergeletak di atas meja. Masih sepi. Hanya dua loket yang sudah buka. Tidak ada urusan dengan pembayaran saya. 
Lalu saya menanakan kenapa loket satu untuk membayar pajak belum buka. "Petugasnya dar polisi, mereka masih apel mngkin," kata petugas loket 2 dengan senyuman. Ia suruh saya bersabar. Setengah jam menunggu. Saya komplain lagi ke loket 2. Kakak yang punya senyum menawan munyuruh saya ke loket 3 untuk menunjukkan syarat-syarat pengurusan pembayaran pajak. 
"Sudah lengkap ini dek. Ambil nomor di loket 1 ya dek," ujar kakak yang bertugas di loket 3. Saya mulai gerah. Loket satu belum ada orang. 
"Siapa yang bertugas di loket 1 kak ? Atasan nya sudah majemuk belum ?," tanya saya. 
"Atasan ada tiga di sini. Adek sabar aja dulu bentar lagi juga datang ," ujar kakak itu sambil senyam-senyum. Dia kira lucu kalau melawan petugas yang molor. Sesama petugas saling berbisik dan tersenyum memandang saya dari balik kaca loket. 
Seorang pemuda juga ingin membayar pajak mbunuh di. sebelah saya. "Ngapain di dalam bang? Ada petugasnya ?," tanya kepada pemuda itu. "Gak ada petugas, calo yang banyak. Mereka minta Rp50 ribu," ujarnya kesal. 
15 menit kemudian saya dipanggil sama kakak loket 3, katanya loket 1 sudah buka. Seorang petugas tua berpakaian PNS sedang membolak-balik buku. Berkas saya di catat. 
"Ke loket 3," ujar bapak tua menyerahkan berkas tanpa menoleh ke saya. Dia sibuk mendata 1,2,3 berkas yang diantarkan petugas polisi dari dalam ruangan lain. 
Kakak petugas loket 3 melakukan entry data ke sistem di PC nya. Lalu "Ke loket 4 ya dek," kata kakak itu. 
Setiba di loket 4 saya dilayani oleh petugas yang berbisik tadi. Dia hanya membuat print dan menempel di berkas saya. "Bayar di loket 5," ujar pembisik tadi yang berbaju PNS juga. Bah ! Lagi pindah loket ? Ya ampun. 
Di loket 5, ada pemandangan menarik di sini. Peugas menaruh rokok pada kayu kusen pembatas kaca, bara rokoknya mengarah ke depan saya. Saya bergeser karena asapnya akan mengenai mata dan yakin jilbab saya akan bau rokok. 
Ternyata, pajak dan denda saya dihitung semuanya Rp257 ribu. Lumayan tidak semahal yang saya bayangkan. Karena baru telat sebulan. Dan bapak Petugas PNS ini juga sibuk menghitung dengan kalkulator berkas-berkas lain. "Stempel di loket 4 ya," katanya. Yaaaa ampunn. Saya merasa dikerjain. Petugas berbisik tadi menyuruh saya menunggu. Saya sibuk dengan Gadget saya dan lupa menanyakan berapa lama. Setelah 10 menit saya baru sadar, kenapa nggak tanya dari tadi ya. Ternyata pria PNS berbisik bilang harus menunggu satu jam. Huh !
Saya mencari Warung untuk melanjutkan tulisan ini sembai menunggu. Terpikir mau cari atasan Samsat untuk mewawancarai mekanisme pembayaran pajak. 
Setiba di Samsat. Saya mengambil pajak yang telah baru dan harus ditandatangani oleh kepala Samsat. Dan saya harus mendatangi sendiri ruangannya dan masuk ke dalam. 
Saya menanyakan perihal loket yang belibet tersebut. Kepala Samsat mengatakan, "mekanisme ini mempermudah masyarakat sebenarnya. Kami mengajargai niat masyarakat yang sadar pajak," kata pak Ucok. 
Sampai begitunya mekanisme mempermudah itu. 


Jumat, Oktober 11

Maulid Di Atas Mercusuar Pulo Aceh

Bulan maulid tiba, kami mendapat undangan dari warga Pulo Aceh untuk datang merayakan acara maulid di Desa Meulingge, Kecamatan Pulo Aceh, Aceh Besar. Desa paling ujung Indonesia ini mengadakan kenduri (pesta makan) dengan mengundang warga lelaki dari desa lain untuk acara makan-makan atau disebut kenduri.

Maulid paling lama di dunia terjadi di Aceh yaitu selama tiga bulan. Dalam waktu tersebut masyarakat kapan saja melakukan kenduri maulid ini. Rusdi Sufi, Serawan Aceh pernah bercerita, bahwa maulid di Aceh merupakan perintah raja untuk memenuhi janji pada Negara Persia dahulu. Kerajaan Aceh yang berhutang pada Negara tersebut dibebaskan hutannya dengan memberikan makan kepada rakyatnya pada hari kelahiran nabi Muhammad Saw.

Berangkatlah kami dengan menggunakan boat penumpang dengan ongkos Rp20 ribu dengan menempuh waktu 2,5 jam. Dengan harapan perbaikan gizi bagi kami anak kos, kami juga membawa alat untuk alat snorkeling untuk menikmati terumbu karang dan ikan.
Sejak pagi ibu-ibu menyiapkan masakan dan disaji dalam piring kecil yang disusun betingkat dalam tabeusi (talam), lalu ditutup dengan tudung bercorak Aceh dengan aneka warna. Sementara nasinya dibungkus dengan daun pisang yang telah diasapkan dengan api membuat nasi beraroma khas daun pisang. Lalu nasi ini dibungkus membentuk kecurut yang disebut bu kulah.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhATWRlNfUz8uRZXfT_k9AhjLP_ltiE5hmTzBHoXsRCwuH1s2lwzewPwpWKB5_eZJCojz5H5xAdpAmyzECtUMDCJVZnHdE9aIGviRYWRLx699B4MV4XWyisHFS10NipyGH6vkHHdm5KrIfT/s400/DSCN3689.JPG

Ada yang unik dengan ritual maulid di pulau terpencil itu. Sebelum menyiapkan dan menyusun masakan kedalam tabeusi, ibu-ibu membakar kemenyan di atas sabut atau kulit kelapa. Kata ibu Azizah, pemilik rumah yang kami datangi, ritual ini untuk memanggil arwah dan mengenang Nabi Muhammad Saw. Semerbak kemenyan mengapung menjadi asap di dalam dapur. Lalu susunan makanan itu di tutupi dengan tutup idang (tudung saji) membungkus dengan kain berwarna-warni biasa dari kain selendang. Bungkusan idang siap di antar ke menasah desa.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjqQTnWjm48qHL0w8DcYiwr1YfJmB8J-s2CAnWy9zA1GMIuyXX4URMZyq_Big5rm0PmSWT6lWRc0QUbtpGLjMmUFa6pEijR8imE4mDeYB-NS0s3NWqy8hGLPq4bCsjO_AjMaTcWDtJhocyQ/s400/DSCN3723.JPG
Setelah selesai, kaum lelaki membawa idang tersebut dari rumah masing-masing. Tamu dari desa lain telah berkumpul dan siap menyantap kenduri maulid bersama-sama di menasah. Lalu sisanya boleh dibawa pulang, dengan mencampur semua lauk ke dalam nasi. Itulah khas kenduri dengan campuran nasi dan lauk yang dimakan kam perempuan di rumah.
Kami tidak hanya makan kenduri maulid ini di menasah saja. Mercusuar Willem Toren adalah landmark nya Pulo Aceh, peninggalan Belanda yang harus diabadikan. Lalu kami membawa bungkusan bu kulah ke mercusuar dengan berjalan kaki selama satu jam lebih. Di atas ketinggian 85 m mercusuar kami kembali makan kenduri maulid sambil menikmati pemandangan laut lepas. Hal terpenting adalah membuka handphone untuk mempublikasikan kenduri maulid ini di sosial media. Karena sudah sejak kemarin kami tiba di desa, belum mendapat sinyal handphone, maklum tidak ada tower di desa. Ajang narsispun terjadi hingga kami pulang kembali ke desa. Malam hari kami mendatangi mesjid untuk mendengar dakwah bersama masyarakat desa yang menjadi bagian dari acara maulid.[]


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEixzQ4yPm9Ey4cDP9K-hOlaN3vJ9BYRB6g2TzTKUOI8zjSqzXp_tbIBMlLe6kMOynG4ZuQWpdhlI3R2_TpUOmiWzDn75fB8kiB5NxQ5yVs6EXLX8RqoAq47cmniJ4tS7TRkBspNYUVbUeTV/s400/DSCN3733.JPG

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhoT1HvEYTAQGMgjrmZ6x_IWYtoRiEcIklq_CPlit1U1ry1gYRvw7VjdJTY1JbHBa1-r4169zid7hyphenhyphenkAnCLjEWqkp58okIIPMGuD9jY_GJ3XtDUnKBW7T-YWOTIpIhjGKAkn8n1p8qFf8iP/s400/DSCN37822.JPG




Rabu, Oktober 9

Stunting Masalah Kesehatan Menggangu Pertumbuhan


Kita sering bertanya, mengapa saya pendek dari teman-teman seusia? mengapa saya mudah sakit? mengapa saya kurang cerdas dan tidak pinter? Sadarkah kalau sebenarnya kita mengalami stunting.



Stunting mengindikasikan adanya masalah gizi kronis, yang berasal dari kompleks faktor termasuk gizi ibu kurang maksimum selama kehamilan, menyusui tidak pantas praktek serta kemiskinan.
Stunting terus menjadi tantangan bagi Indonesia . kita adalah negara mengalami stunting pada peringkat kelima terbesar dengan jumlah anak-anak berusia di bawah 5 tahun yang sedang atau parah terhambat  masa pertumbuhannya.

Konsekuensi dari stunting bisa sangat besar yaitu kemampuan belajar terganggu, pertumbuhan goya, dan produktivitas yang rendah di kemudian hari. Anak-anak yang kekurangan gizi memiliki kesempatan lebih rendah untuk bertahan hidup dibandingkan dengan orang lain yang memiliki status gizi yang baik. Mereka berada pada risiko lebih tinggi menderita penyakit menular, yang akan merusak fungsi kognitif mereka.




Perilaku orang tua memberi pengaruh bagi perkembangan tumbuh anak. Pemberian makanan tambahan pada anak usia 0-6 bulan seperti pisang adalah salah.  Tidak hanya bayi yang sudah lahir, sebelum kita dilahirkan pun kita sudah membentuk fisik di dalam janin sang ibu. Ibu seharusnya mengkonsumsi 90 tablet FE (zat besi dan suplemen asam folat) salama ia hamil 9 bulan. Terkadang sang ibu mual saat mengkonsumsi, namun jangan lantas menghentikannya.

Setelah melahirkan, ibu langsung memberikan kolostrum kepada bayi dalam waktu satu jam. Kolustrum merupakan susu pertama setelah setelah melahirkan yang berwarna kuning pekat. Namun kebiasaan di Aceh (setahu saya) ibu-ibu membuang susu ini. Padahal cairan ini sangat berguna untuk mencegah anak rentang terkena penyakit. Perusahaan susu formula pun mulai membuat produk dengan nama kolostrum karena memang kandungannya sangat baik untuk bayi. Namun ASI tidak dapat ditandingi khasiatnya oleh produk buatan manapun.

Saya seorang yang mengalami stunting tidak ingin anak saya mengalami masalah kesehatan yang sama. Generasi penerus harus lebih baik dari sebelumnya.





Aceh merupakan propinsi terkaya ketiga di Indonesia, tetapi peringkat kelima termiskin. Ini menjadi pengaruh dan faktor untuk mencegah stunting. Tercatat dalam hasil survey yang dilakukan Unicef adn Universitas Indonesia, tiga kabupaten di Aceh yang tinggi mengalami stunting pada anak. Aceh Jaya, Aceh Timur dan Aceh Besar.



Kita dapat mengurangi stunting dari sekarang dengan mengubah perilaku kebiasaan yang salah saat hamil dan menyusui. Hanya dengan mengkonsumsi tablet FE yang gratis dari puskesmas dan memberikan ASI ekslusif kepada bayi usia 0-6 bulan.

Pemerintah Indonesia sedang menjalankan Program Keluarga Harapan (PHK), dengan memberikan uang tunai kepada ibu dan anak. Setiap ibu dan anak mendapatkan Rp1 juta untuk perbaikan gizi. Sehingga target MDG’S cepat tercapai untuk menaikkan stutus Indonesia menjadi Negara berkembang.


Diperkirakan 7.688.000 anak terhambat. Semua provinsi di Indonesia masih memiliki persentase lebih tinggi Stunting dibandingkan dengan standar WHO 20 % dari masalah kesehatan masyarakat dengan nasional prevalensi 35,6 % (Riset Kesehatan Dasar, 2010). Oleh karena itu, Departemen Kesehatan (Depkes) termasuk pengerdilan sebagai salah satu Prioritas Kesehatan 2010-2014, menargetkan penurunan dari 36,8 % sampai kurang dari 32 %.


Laporan UNICEF pada Anak dan Nutrisi Ibu adalah Sebuah Kelangsungan Hidup dan Pembangunan Prioritas (2009), menunjukkan bahwa di negara berkembang jumlah anak di bawah 5 tahun yang terhambat dekat 200 juta. Dua puluh empat negara menanggung 80 % dari negara-negara berkembang dengan beban stunting, termasuk Indonesia. 90 % dari negara-negara berkembang yang kronis anak kurang gizi (stunted) hidup di Asia dan Afrika. Tingkat stunting di Asia sangat mengkhawatirkan (36 %), khususnya di Asia Selatan di mana sekitar setengah dari anak-anak terhambat pertumbuhan.[]




Perangkap Ikan Tradisional


Tuasan atau apong sebutan untuk daun lontar yang digunakan nelayan untuk membuat sarang ikan sebelum dijala dengan pukat di tengah laut.  Fungsi daun tersebut  untuk mengundang ikan kecil bersarang pada daun tesebut agar ikan besar yang diinginkan nelayan mencari makan disarang itu. Pohon Lontar (Borassus flabellifer) atau dalam bahasa Aceh disebut Oen Iboih ini jenis pinang-pinangan yang mempunyai jenis daun paling tahan terhadap air.



Daun lontar ini biasanya harus dipesan dari gampong yang berdekatan dengan gunung atau hutan. Para pemilik kapal  sudah biasa memesan pada abang becak untuk mencarikan daun ini hingga ke Aceh Besar. Sebatang daun lontar ini dihargai Rp 3 ribu, nelayan biasanya membutuhkan paling tidak 100 batang yang di benamkan ke tengah laut.

Tuasan ini akan diikat pada tali setebal 32 mili seperti jemuran baju sepanjang paling tidak 30 meter. Salah satu kapal nelayan di pelabuhan Lampulo misalnya, KM Hikmah Fajar biasanya menurunkan tuasa sepanjang 90 meter.untuk membenamkan tuasan ini sampai ke tengah laut harus membenamkan sebanyak 20 buah. Sauh ini ditempah khusus dari semen yang dicor untuk pemberat.

Setidaknya para awak kapal harus menyediakan tali 300 meter untuk mengikat sauh sampai ke dasar laut. Persisnya, tuasan akan berada pada pertengahan air laut.setiap kapal akan menandai tuasan mereka dengan titik Global Positioning System (GPS) untuk memudahkan mencari tuasan mereka.


“Tuasan akan ditinggalkan sedikitnya tiga hari, menunggu daun tuasan ini berbau anyir dan menempel lumpur,” kata Saiful seorang nelayan di Lampulo. Menurutnya, ikan-ikan kecil  yang ia sebut bibit, akan berdatangan dan bersarang pada tuasan tersebut. Sehingga ikan besar akan berdata ngan memangsa ikan kecil tersebut.

Setelah ikan-ikan besar ini berdatangan, barulah para nelayan melemparkan pukat pada tuasan tersebut. “Waktu mengambil ikan harus di terangi lampu tembak agar terang dan ikan tidak pindah dari tuasan,” kata Saiful menjelaskan. Ikan paling senang jika suasa air terang apalagi saat terang bulan. Saat purnama nelayan mengaku banyak mendapatkan tangkapan ikan. Lampu yang digunakanpun tidak tangung-tangung. Untuk kapal  sejenis KM Fajar Hikmah ini, ia membutuhkan 18 buah lampu dengan menggunakan mesin khusus yang menggunakan bahan bakar solar.

Untuk keperluan perlengkapan tuasan, pemilik kapal harus mengeluarkan modal puluhan juta untuk satu set tuasan. “Satu tuasan seperti kapal kami ini butuh dana Rp 70 juta termasuk upah,” kata Heri, seorang awak kapal. Heri mengatakan, biasanya kapal tempat ia bekerja itu, melempar tuasan ini sejauh 500 mil dari daratan.

“Tuasan ini paling tahan 2 kali melaut saja, paling tidak 15 hari sekali diganti setengahnya. Karena sudah ada bau anyir jadi masih diperlukan untuk memancing bibit,” jelasnya. Setelah ikan besa yang diinginkan nelayan berhasil terjaring dalam pukat, giliran daun lontar untuk menjadi pemancing agar ikan pada tuasan pindah ke daun lontar tersebut.

Para nelayan di Aceh masih tergantung pada penangkapan secara tradisional seperti itu. Namun jika pemilik kapal tidak memiliki modal besar mereka hanya menanggkap ikan dengan menggunakan pukat saja. []




Keukarah, kue tradisional Aceh

Keukarah, kue tradisional khas Aceh yang hanya dijumpai saat acara adat Aceh saja. Kue ini telah bertransformasi dalam berbagai bentuk sesuai dengan keperluan. Kini kue ini menjadi pilihan oleh-oleh bagi wisatawan.

Hamia mengaduk perlahan adonan tepung dan sedikit ciran gula. Ia memasukkan tepung cair itu ke dalam cetakan dari tempurung yang ia gantung tepat diatas kuali berisi minyak panas. Dari lubang-lubang halus, adonan tadi jatuh bertekstur seperti mie dan berbentuk bulat. Dengan cekatan Hamia melipat dua bundaran didalam minyak tadi lalu memberi lengkungan seperti sabit.

"Sekarang orang suka beli keukarah, kalu dulu orang taumya beli bhoi aja," aku Hamia, pemilik gerai Kana Kue di Desa Lampisang, Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar. Ia mengaku pembeli yang paling banyak membeli keukarah adalah wisatawan. Khususnya dari luar Aceh. Biasanya, mereka langsung menanyakan makanan khas yang unik.

Bentuk kue keukarah, kini telah banyak dibuat unik sesuai dengan keperluan. Seperti acara tradisional, masyarakat Aceh masih menggunakan bentuk lama yaitu bentuk bulan sabit. Sementara untuk oleh-oleh, lebih banyak permintaan bentuk bulat panjang. bentuk segitiga seperti kue sepit, lebih diminati saat lebaran.

Hamia menjelaskan, kue keukarah yang dibuat oleh pedagang di Lampisang tidak menggunakan banyak gula. "Jika banyak gula kue akan lebih keras dan tahan lama," lanjutnya. kue keukarah yang dipasarkan di Lampisang tersebut rata-rata bertahan 15 hari. Namun kue yang dibuat di luar Lampisang tahan sampai 3 bulan masa expired

"Bukan hanya gula saja yang berpengaruh, garam yang hanya sedikit saja, juga berpengaruh pada adonan tepung," katanya. Garam ini akan berpengaruh saat di goreng. Menurut Hamia, bila kebanyakan garam akan menjadi cepat gosong, hangus. Takaran yang dipakai oleh Hamia adalah 1 kilogram tepung beras, 2 gelas gula pasir, 4 gelas air dan diseberi sejumput garam untuk menambah rasa.

Harga untuk setiap talam yang menghabiskan tepung 1,5 kilo ini, ia menghargai Rp. 120 ribu. Sedangkan untuk fijual eceran di kedainya, ia menjual Rp. 5 ribu. "kami kurang stategis, kalau tidak lebih banyak lagi lakunya," keluhnya. Kedai Kana Kue milik Hamia memang terletak paling ujung diantara 17 kedai lain yang berjualan disepanjang jalan Banda Aceh-Meulaboeh. Tujuh tahun yang lalu, hanya tiga kedai kue tradisional yang berjualan di sini.

Para penjual kue tradisional di Lampisang ini pun, sudah memiliki koperasi. Koperasi Bungoeng Jaroe, yang memberikan kemudahan kepada anggota untuk melakukan peminjaman modal. "Kami juga butuh modal untuk memutar uang sebagai modal buat kue lagi," katanya. Kedai kue milik Zainal menjual 50 jenis kue tradisional khas Aceh.

Walaupun kue ini hanya diminati wisatawan dan perayaan tententu saja, pembuat kue tradisional masih banyak semangat untuk terus menjual kue khas Aceh yang mulai dilupakan oleh masyarakat Aceh sendiri. []


Selasa, September 24

Manna Putri Lebah


Randu, si pohon tua di mana negara yang kami diami sekarang, dia kokoh tapi miskin daun. Aku duduk sepi sendiri disini menunggumu, aku takut kau tak datang. Tak bisakah kau datang untuk melihat senyumku saja, kau bilang aku putrimu. Segala beban terlupakan jika kau datang. Aku seorang putri yang kesepian. Lebih baik menjadi pekerja sepertimu yang menikmati hidup. Dunia malam di bar pohon jati sebelah. Bersama teman-teman sambil menggosip dan mendengar rayuan para jejaka pekerja. Huff…

Setidaknya aku memberikan mamfaat kepada makhluk lain. Menjadi serperti wanita Islam. Menjadi wanita seperti ini begitu sempurna. Apakah ini sebabnya dia tak datang lagi padaku. Kupandangi cabang Randu yang berserak, sungguh ia mampu bertahan tanpa daun sama sekali. Aku tidak sanggup.

Ibu melarangku bergaul. Tidak selevel dengan mereka para pekerja, nanti aku jadi liar katanya. Aku hanya boleh keluar dengan keluarga ketika berlibur menghisap sari pada nektar bunga. Apa salahnya menghisap sari buah, aku akan bermamfaat ketika penyerbukan ku berhasil. Aku akan memberi tanda pada bunganya, dan akan menunggu sampai ia menjadi buah. Mungkin saat itu aku telah menjadi nenek. setidaknya aku memberikan manfaat kepada makhluk lain. Bahagia memiliki kebanggaan tersendiri pada buah yang telah kutandai. Ibu, mungkin khayalanku berlebihan untuk seorang putri.

Randu tua … aku masih menunggu dia. Mungkin dia sedang mengumpulkan madu yang banyak. Dia ingin cepat mapan dan memiliki koloni sendiri. Mungkin juga dia bersama wanita pekerja lain.
Cemburu. Mungkin juga sedang bergandengan tangan sambil menghisap madu. Senja datang.

Randu… kau melihat Andre hari ini? oh.. itu dia. Wajahnya gelisah. “Manna, aku akan pergi ke Negara jati, aku akan meninggalkanmu.”
“Tidak Andre, aku kesepian di sini, aku ikut denganmu walau kemanapun,” aku mulai menangis.
“Manna mengertilah, aku tidak bisa melarikan seorang putri, hidup kita berbeda”, ternyata dia takut mendapat resiko mencintaiku.
“Mengapa, kita ini makhluk sosial, kalau ibu melarangku pergi, dia melanggar kodrat,” Aku memberanikan diri melawan kodratku sebagai putri.
“Kita pergi ke negara yang lebih kuat, agar bala tentara ibuku tidak berani mencarinya,” kali ini ia mendengar.
Dia lesu, menatapku “Sayang aku akan mencari Negara sendiri, aku harus berkerja keras, kau tak akan sanggup."
“Andre, aku akan menjadi ratu untukmu, lebah pekerja keras. Aku akan membangun bilik dari lilin yang kukeluarkan dari tubuh ini untuk rumah kita yang mungil, Aku akan melahirkan anak-anak yang lucu dan menunggu dibilik selama tiga hari demi anak kita dan menyuapi mereka dengan larva yang kau bawa pulang, aku akan menunggu di pintu, setiap kau pulang mencari serbuk sari madu. Tidakkah kebahagiaan ini yang kau inginkan Andre," rayuku.

Setelah malam datang, aku bersiap pergi dari istana Randu. Tapi, aku harus pamit dengan ibu secara diam-diam. Ibu tertidur pulas di biliknya, dia pasti lelah setelah seharian rapat dengan koloni Apis Dorsata. ”Ibu, maafkan anakmu yang durhaka ini, aku akan pergi mininggalkanmu untuk mencari dan membuat duniaku sendiri. Aku sudah rela jika suatu saat nanti, anakku sendiri melakukan seperti yang kulakukan ini”. Selamat tinggal ibu......

Andre telah menunggu di depan jendela, tidak sedikitpun air mataku yang menetes. Kini tiba saatnya aku dewasa dan telah menetukan jalan hidupku sendiri. Mungkin dengan cara ini lah koloni ku tak akan punah.
Andre merangkul leherku, ”Terima kasih putri Manna, telah mempercayaiku dan memberiku cinta."

Dia menerbangkan aku tinggi sekali. Woww... ternyata dunia ini indah jika malam. Aku mencium wangi anggrek hutan, menu kesukaan aku dan ibu. Hutan anggrek ... aku pergi.
”Andrenisformis, aku mencintaimu," bisikku di telinganya yang mungil. Aku tak peduli walau dia berasal dari spesies Apis florea. Walaupun dia dengan ejekan lebah kerdil, akan tetap hidup bersamanya.

”Manna, kau adalah madu yang dikirin dari surga kepadaku, ketika aku tersungut-sungut kehausan dan kelaparan dipadang pasir seperti kaum nabi Musa, terimakasih tuhan kau menciptakan ratu lebah untukku.”

Kami pun berguling-guling berlumuran lilin-lilin, menyatakan kasih sayang kami dengan membangun rumah mungil di dahan pohon jati. 
Randu tua, aku merindukanmu.[]

Sabtu, September 21

ritual malam


sejak magrib, aku mengambil tempat di bawah pohon beringin bersandar pada batang yang dijalani akar. beralas batu dan memandang kemajuan jaman yang lalu lalang. menikmati hiruk pikuk di Sekber Corner tempat ritual malam berlangsung. 
dibawah tenda beberapa orang jomblo yang menderita tak laku sejak sekian tahun. ada juga para suami tak tak ingin pulang, tapi harus. 
aku perawan di sarang jurnalis ini, berteduh sendiri di bawah pohon yang menyendiri. seorang teman yang masih perjaka usil menggoda cewek2 yang lalu-lalang diantara kenderaan yang melaju cepat. tak ada yang mendengarkan suara perjaka itu. dia hanya suntuk. 
perjaka ini bertanya padaku "kenapa orang udah kawin gak betah di rumah," adunya padaku. aku jelaskan begini, tau kah kau wahai lelaki .. jika seorang lelaki mencari istri untuk memberikan keturunan, teman tidur, babu dan lain-lain. Maka lelaki ini harus mencari teman di luar rumah.
Maka carilah istri sebagai teman hidup. kamu tak akan kemana-mana lagi. buatlah rumah yang homey. 
mungkin aku harus pulang untuk mencari kenyamanan di rumah sendiri. 


Kamis, September 19

Kangen Mandiin Rosa



Mamalia besar ini baru saja melahirkan seorang bayi betina bernama Rosa atau Sarah 18 September 2012 lalu. Berbondong-bondong para wartawan dan fotografer datang untuk meliput bayi comel ini. Setelah aksi publikasi tersebut, ramai wisatawan melihat keunikan alam dan potensi wisata tracking gajah.

Camp gajah milik Conservation Respons Unit (CRU) ini menjadi tempat destinasi wisata tracking gajah menjadi ramai. Wisatawan akan berjalan-jalan menyusuri hutan dan sungai dengan menggunakan tiga ekor gajah. Yang dapat membawa 6 orang. Gajah ini dilengkapi pelana untuk dua orang yang dipandu oleh pawang disebut Mahot (Pawang).

Wisatawan yang biasanya datang dari Kota Banda Aceh akan menghabiskan waktu setidaknya dua hari untuk berlibur ke CRU yang terletak di desa Sarah Deu, Kecamatan Ligan. Kabupaten Aceh Jaya.

Selain tracking, wisatawan akan ikut memandikan gajah, hewan yang suka air tersebut. Saat pagi dan sore hari keenam gajah milik BKSDA ini,dimandikan di sungai tepat dibelakang Camp CRU.
Wisata gajah tersebut dapat menjadi wisata pendidikan bagi siswa sekolah untuk lebih mengenal hewan mamalia tersebut. Melihat tingkah gajah yang melakukan latihan dan bermain air besama gajah-gajah disini.

Jika memiliki waktu luang, wisatawan akan diajak mengunjungi air terjun yang berjarak kira-kira 1 kilometer dari camp dengan cara tracking pula. Anda akan merasakan sejuknya tinggal di perbatasan hutan sambil menikmati kicauan burung yang menjadi habitat di sekitar cam gajah ini.
Saat malam, wisatawan akan menikmati suasana sunyi dan nyaman di perbatasan antara desa dan hutan lindung. Mereka akan disuguhkan dengan ikan hasil tangkapan masyarakat setempat. Keurling, Ikan khas daerah tersebut menjadi menu khas yang dimasak menjadi asam keueng.

Setahun lebih dua hari setelah Rosa lahir. Kini camp CRU tidak lagi beroperasi bersama gajah. Hanya Ranger, sebagai pawing hutan yang tinggal di sana. Akibat kematian seekor gajah liar solitare akibat diracun warga. Ranger dan warga berkonflik. Seperti pemberitaan media, gajah jantan liar tesebut mati akibat diracun. Gajah ini adalah ayah dari Rosa, gajah kecil. Ia sering turun ke camp CRU dan kebun warga. Terakhir gajah ini merusak perkebunan sawit yang berada diatas camp tersebut. Namun bukan itu yang menyebabkan gajah ini diracun. Gading gajah ini telah mengakibatkan konflik antara yang manusia yang menyebabkan camp CRU kini ak ada lagi. Masyarakat setempat lebih membela oknum yang membunuh dan menjual gading. Sehingga mereka memusuhi Ranger dan penghuni CRU.

Tak ada lagi wisatawan yang datang mermain dengan gajah, tak ada lagi edukasi untuk anak sekolah tentang gaah di sana. Warga setempat meresa benar dengan tingkahlakunya dengan membunuh hewan yang hampir punah ini, dengan kedok sepempitan ekonomi.

Komunitas pun sibuk mencari dukungan untuk mengecam perbuatan warga, hingga melapor ke presiden melalui social media. Namun tidak ada kelanjutan untuk criminal yang dilakukan warga, tersiar gosip dari mulut warga yang lain aparat ada main dalam penjualan gading tersebut. Akhirnya mereka mengumpulkan dana untuk gajah yang kini berada di PLG Sare, Aceh Besar.



Rabu, September 18

Kebakaran Meureudu


Pukul 23.30 dari jalan Iskandar Muda, Meureudu nampak lesu. Tapi di Jalan Revolusi, akses satu-satunya yg dipakai orang luar ketika ingin pergi ke pantai Mns. Balek atau sekarang tenar disebut pante Manohara, Meureudu dalam keadaan pilu.
Dini hari tadi sekitar pukul 01:30 wib kebakaran terjadi di pasar meureudu Kabupaten Pidie Jaya, selasa 17 September 2013. 
Yang belum sempurna jadi abu memang ada beberapa bilah beton yg masih menegak, seperti ingin mengatakan, sekitar 22 jam sebelumnya mereka masih berupa dinding rumah atau penyanggai lantai dua atau penyekat kamar tidur, dapur dan kamar mandi. Tapi lain halnya sekarang. Beton yg sudah hilang warna cat dasarnya itu tak bisa lagi disebut tegak kecuali onggok. Dan asap masih mengepul di baliknya menguarkan aneka aroma. Sesekali angin yg meniup dari kuala Meureudu membawa aroma luka ke lubang hidung yg peka.
Masih bisa disebut tegak dan tetap mengakar dari bala ini hanyalah sebatang pohon jambu di depan seonggok rumah. Daunnya masih rimbun, bisa dikatakan masih lengkap. Tapi api telah membuatnya kaku, berubah warna dan tak segemulai sehari lalu. Saat sepoi angin seperti saat ini meniup dari arah yg sama, yaitu dari kuala Meureudu, daun pohon jambu tak bisa lagi melambai. Sedikit angin kencang, ia ikut bergoyang, kaku dan jauh dari kata gerak gemulai. Serupa gerak pengidap strok. Sayup-sayup suara laut sampai kesini seperti baru memecahkan ombaknya di belakang pasar ikan. Dan Jalan Revolusi masih saja mati. Hal yg sama terjadi di belakangnya, di jalan pasar yg sekarang berubah menjadi lapangan puing, abu,sumber kepul asap penguat kata pilu
Salah satu tempat pencarian nafkah abangku ada di situ. Yang sebelah mana? Semuanya sama, tak punya penanda. Kaca jendela tumpah di jalan ini. Gemeretap bunyi saat terinjak sepatu. Serasa mau berebut unjuk haru ketika, seorang pedagang menahan sedu. Harta dan kayu jelma api, jelma bara, lantas mengabu. "inilah peluh tahun-tahun lewat yg sekarang cukup ditiup setarikan nafas. Huuftt ... Peluh luruh satu-satu dan tak mungkin menyatu," katanya. Raut wajah min Kawom, Fikri, Imran, Wahed Kak Cari, Yan Toke Gade, Ratna Mie Caluek, Jamin Kupi, Lah Botak, Yus Kiliek, Syokany, Jal Hijrah, dan nama-nama lain yg saat ini memendam geram. Lalu apakah ini ratap? Mereka jawab, ratap berkepanjangan bukanlah solusi sementara emosi adalah manusiawi. Lìhatlah, puing yg menyisakan jejak legam. [Reza Mustafa]





Top of Form