Bangunan tua itu menepi di kaki pegunungan, di bibir cadas yang
curam. Lokasinya di arah barat Indonesia. ‘Tuannya’ tidak disini. Ia telah mati.
***
Ini perjalanan kedua saya ke Pulo Aceh. Tak berbeda dengan
perjalanan tahun lalu, masih dengan boat nelayan. Teriknya siang itu, Rabu
(23/1) tak mematahkan semangat saya untuk menempuh jarak 3 jam perjalanan di
atas laut. Namun kali ini boat KM Kasih Sayang yang membawa kami ke desa
terpencil, desa Meulingge. Boat ini hanya beoperasi seminggu 2 kali, hari Kamis
dan Sabtu.
Musim angin timur sempat mengocok perut saya di tengah laut. Ombak
tinggi sesekali memercikkan air kedalam boat, namun tak membuat boat kami
mengurangi kecepatan. Boat ini melewati diantara dua pulau yang ditumbuhi pohon lebat.
Saya dan beberapa teman yang mengabadikan barisan pepohonan seperti bedeng.
“Bentuk seperti ini akibat pengarus angin yang mehempas pohon terus-menerus,”
kata yahwa, teman seperjalanan saya. “Itu tempat shooting ‘Lord of The Ring’,”
celutuk Aris, penggemar film.
Suatu lokasi ditengah perjalanan yang dinanti semua penumpang,
melewati lokasi paling memicu adrenalin. Kami harus melewati arus deras
diantara dua pulau, Pulo Nasi dan Pulo Breuh. Pawang boat harus mengencangkan
pegangan kemudi selama 5 menit diatas arus cepat ini. Tak lama lagi, kami mulai
melihat desa tujuan dari kejauhan. hanay perlu modal 20 ribu untuk sampai ke
sini, ongkos paling murah sedunia. Tiba di pelabuhan Meulingge, perahu
harus merapat pada boat yang telah terparkir di sisi pelabuhan. Pelabuhan baru
yang dibangun setelah Tsunami oleh BRR. Tampak tak begitu berfungsi untuk boat
kecil seperti kami tumpangi. Terlalu tinggi untuk menaikan dan menurunkan
penumpang. Pelabuhan beton ini tak berujung ke pantai, masyarakat Meulingge
harus membangun lagi jembatan kecil terbuat dari tiang kayu seadanya. Jembatan
kayu sejauh 10 meter itu menghubungkan pelabuhan beton dan bibir pantai.
Desa Meulingge merupakan desa paling ujung Pulo Breuh, kecamatan
Pulo Aceh di kabupaten Aceh Besar. Tak ada Bidan atau dokter. Puskesmas sepi.
Sementara sekolah, kini hanya ada dua orang guru dari program Sarjana Mengajar
di Daerah, Terluar, Terdepan, dan Tertinggal (SM3T). Tak nampak guru yang yang
bertugas di desa ini. "Gurunya memang nggak jelas.
Mengajar hanya beberapa hari saja. Padahal mereka memang sudah ditugaskan
kemari," kesal Ismuha, Sekretaris Desa Meulingge.
**
Bersama seorang teman saya mengendarai sepeda motor melaju ke
mercuasuar Willem’s Toren. Bangunan tua yang memiliki daya tarik bagi orang
yang memiliki hobi sebagai bertualang. Hanya menggunakan “gigi 1”, kami
memutarkan roda motor diantara bebatuan dan becek. Sesekali kami terlibas perdu
yang tumbuh disisi jalan. Mendahului teman kami yang menapaki jalan sambil
mencari objek menarik untuk difoto dalam perjalanan selama hampir satu jam.
Tibalah kami di halaman bangunan tua peninggalan Belanda itu. Riuh
penghuni mercusuar menyambut kedatangan kami. Tak ada orang datang walau sekali
dalam sebulan, mereka senang jika ada yang menjenguk. “Minum, minum, apa yang
ada,” kata Bembeng, petugas Distrik Navigasi. Ia salah satu pegawai Direktorat
Perhubungan Laut Sabang. Hanya 5 orang yang menunggui lampu besar itu.
Mercusuar ini ditemani tiga bangunan tua, yang satu masih
dipergunakan oleh Bembeng dan teman-temannya untuk tempat tinggal. Diatas
bukit, dengan menaiki tangga, satu bangunan tua telah ditumbuhi pohon di
dalammnya hanya tinggal dinding suram. Benalu dan beringin menjalar di dinding
tembok yang dibangun sejak setengah abad yang lalu. Bangunan ini memiliki ruang
bawah tanah yang lebih luas dari bangunan di atasnya. “Ruang bawah tanah itu,
kata orang bekas tempat penyiksaan,” kata M. Jamal, penduduk desa Meulingge. Menurutnya
di dalam bangunan juga ada ruang dansa. Di belakang bangunan terlihat satu
kolam yang airnya menghijau. Terdapat satu kuburan dengan batu nisan biasa
saja. “Kalau mental lemah, pulang dari situ bisa-bisa orangnya demam,” ungkap
Jamal. Ia mengisahkan anak tertuanya yang sempat mimpi aneh dan demam sepulang
dari sana. Namun saya hanya menikmati bangunan ini dari luar saja.
Bangunan tua yang lain yang tidak digunakan, berada hanya 4 meter
dari menara pemantau itu. Bangunan ini masih kokoh, masih memiliki atap namun
tak berdaun pintu. Salah satu ruangannya hanya dijadikan kamar mandi. Sumber
air disini hanya dari tampungan air hujan.
Akhirnya kami menaiki menara berpintu plat besi, berwarna perak
itu. Melangkahkan kaki satu demi satu tangga yang berputar. Kadang ada juga
anak tangga dari besi ini telah patah ataupun ompong. Kami harus menaiki 5
tingkat, sambil menikmati pemandangan lewat jendela kecil disetiap tingkatnya.
Pada tingkat atas kami keluar dari badan menara untuk menikmati pemandangan
langsung dari ketinggian 85 meter.
Nampak jelas pulau Sabang pada sisi kanan, jika cuaca cerah kita
juga dapat melihat pulau Rondo yang terletak paling luar di barat Indonesia.
Angin diatas ketinggian ini membuat kaki kami gemetar. Itulah tantangan
yang akan kita nikmati mengalahkan gamang dan takut ketinggian. Kita dapat
menikmati bebrapa burung Elang dan Rangkong berterbangan diatas hutan lebat.
“Ini angle baru, foto burung dari atas. Biasa dari bawah,” kata Yahwa, yang
berprofesi sebagai fotografer lepas.
Saya sangat bangga telah sampai di atas mercusuar yang dibangun
oleh Belanda ini. Konon mercusuar ini hanya ada tiga di dunia. Salah satunya di
kepulauan Karibia, yang menjadi tempat pembuatan film Pirates of Karibian, yang
dibintangi oleh Jhonny Deep, aktor Hollywood. Yang satunya lagi berada di
negaranya sendiri, Belanda.
Nama mercusuar ini sendiri diambil dari raja Luxemburg yaitu
Willem Alexander Paul Frederick Lodewijk. Mercusuar ini dibangun pada saat
ulang tahun Willem Toren III. Pada tahun pada 1875. Kala Raja
itu berkuasa berkuasa (1817-1890).
Menara pemantau ini dulu berfungsi sebagai penunjuk lalu lintas
transportasi laut internasional. Namun setelah Tsunami, lampu ini tak lagi
berfungsi. Salah satu alat dari mesinnya telah dicuri. Kini hanya lampu kecil
yang hanya jadi penanda, tak lagi dapat menyoroti cahaya seperti dulu. Energy
lampu kecil ini diambil dari 1 keping solarcell yang menyerap cahaya matahari.
Menjelang magrib salah seorang petugas menyalakan lampu. Kini lampu kecil itu
hanya berputar 90 derajat mengarah ke laut. Dulu, lampu yang dikelilingi
dinding kaca ini berputar 360 derajat menerangi lautan dan daratan disekeliling
menara.