Senin, Oktober 21

Loket bayar pajak

Pukul 8.15 WIB saya tiba di kantor Samsat Sigli bermaksud membayar pajak motor. Saya datang kecepatan rupanya, itupun sudah sesat karena saya kira bayar pajak di kantor polres.
Di sana para petugas sedang melakukan pengajian bersama di surau belakang. Lalu saya melaju mencari Samsat di Simpang Empat Sigli. 
Menunggu jam loket buka sembari membaca koran yang tergeletak di atas meja. Masih sepi. Hanya dua loket yang sudah buka. Tidak ada urusan dengan pembayaran saya. 
Lalu saya menanakan kenapa loket satu untuk membayar pajak belum buka. "Petugasnya dar polisi, mereka masih apel mngkin," kata petugas loket 2 dengan senyuman. Ia suruh saya bersabar. Setengah jam menunggu. Saya komplain lagi ke loket 2. Kakak yang punya senyum menawan munyuruh saya ke loket 3 untuk menunjukkan syarat-syarat pengurusan pembayaran pajak. 
"Sudah lengkap ini dek. Ambil nomor di loket 1 ya dek," ujar kakak yang bertugas di loket 3. Saya mulai gerah. Loket satu belum ada orang. 
"Siapa yang bertugas di loket 1 kak ? Atasan nya sudah majemuk belum ?," tanya saya. 
"Atasan ada tiga di sini. Adek sabar aja dulu bentar lagi juga datang ," ujar kakak itu sambil senyam-senyum. Dia kira lucu kalau melawan petugas yang molor. Sesama petugas saling berbisik dan tersenyum memandang saya dari balik kaca loket. 
Seorang pemuda juga ingin membayar pajak mbunuh di. sebelah saya. "Ngapain di dalam bang? Ada petugasnya ?," tanya kepada pemuda itu. "Gak ada petugas, calo yang banyak. Mereka minta Rp50 ribu," ujarnya kesal. 
15 menit kemudian saya dipanggil sama kakak loket 3, katanya loket 1 sudah buka. Seorang petugas tua berpakaian PNS sedang membolak-balik buku. Berkas saya di catat. 
"Ke loket 3," ujar bapak tua menyerahkan berkas tanpa menoleh ke saya. Dia sibuk mendata 1,2,3 berkas yang diantarkan petugas polisi dari dalam ruangan lain. 
Kakak petugas loket 3 melakukan entry data ke sistem di PC nya. Lalu "Ke loket 4 ya dek," kata kakak itu. 
Setiba di loket 4 saya dilayani oleh petugas yang berbisik tadi. Dia hanya membuat print dan menempel di berkas saya. "Bayar di loket 5," ujar pembisik tadi yang berbaju PNS juga. Bah ! Lagi pindah loket ? Ya ampun. 
Di loket 5, ada pemandangan menarik di sini. Peugas menaruh rokok pada kayu kusen pembatas kaca, bara rokoknya mengarah ke depan saya. Saya bergeser karena asapnya akan mengenai mata dan yakin jilbab saya akan bau rokok. 
Ternyata, pajak dan denda saya dihitung semuanya Rp257 ribu. Lumayan tidak semahal yang saya bayangkan. Karena baru telat sebulan. Dan bapak Petugas PNS ini juga sibuk menghitung dengan kalkulator berkas-berkas lain. "Stempel di loket 4 ya," katanya. Yaaaa ampunn. Saya merasa dikerjain. Petugas berbisik tadi menyuruh saya menunggu. Saya sibuk dengan Gadget saya dan lupa menanyakan berapa lama. Setelah 10 menit saya baru sadar, kenapa nggak tanya dari tadi ya. Ternyata pria PNS berbisik bilang harus menunggu satu jam. Huh !
Saya mencari Warung untuk melanjutkan tulisan ini sembai menunggu. Terpikir mau cari atasan Samsat untuk mewawancarai mekanisme pembayaran pajak. 
Setiba di Samsat. Saya mengambil pajak yang telah baru dan harus ditandatangani oleh kepala Samsat. Dan saya harus mendatangi sendiri ruangannya dan masuk ke dalam. 
Saya menanyakan perihal loket yang belibet tersebut. Kepala Samsat mengatakan, "mekanisme ini mempermudah masyarakat sebenarnya. Kami mengajargai niat masyarakat yang sadar pajak," kata pak Ucok. 
Sampai begitunya mekanisme mempermudah itu. 


0 komentar:

Posting Komentar