Rabu, Oktober 9

Perangkap Ikan Tradisional


Tuasan atau apong sebutan untuk daun lontar yang digunakan nelayan untuk membuat sarang ikan sebelum dijala dengan pukat di tengah laut.  Fungsi daun tersebut  untuk mengundang ikan kecil bersarang pada daun tesebut agar ikan besar yang diinginkan nelayan mencari makan disarang itu. Pohon Lontar (Borassus flabellifer) atau dalam bahasa Aceh disebut Oen Iboih ini jenis pinang-pinangan yang mempunyai jenis daun paling tahan terhadap air.



Daun lontar ini biasanya harus dipesan dari gampong yang berdekatan dengan gunung atau hutan. Para pemilik kapal  sudah biasa memesan pada abang becak untuk mencarikan daun ini hingga ke Aceh Besar. Sebatang daun lontar ini dihargai Rp 3 ribu, nelayan biasanya membutuhkan paling tidak 100 batang yang di benamkan ke tengah laut.

Tuasan ini akan diikat pada tali setebal 32 mili seperti jemuran baju sepanjang paling tidak 30 meter. Salah satu kapal nelayan di pelabuhan Lampulo misalnya, KM Hikmah Fajar biasanya menurunkan tuasa sepanjang 90 meter.untuk membenamkan tuasan ini sampai ke tengah laut harus membenamkan sebanyak 20 buah. Sauh ini ditempah khusus dari semen yang dicor untuk pemberat.

Setidaknya para awak kapal harus menyediakan tali 300 meter untuk mengikat sauh sampai ke dasar laut. Persisnya, tuasan akan berada pada pertengahan air laut.setiap kapal akan menandai tuasan mereka dengan titik Global Positioning System (GPS) untuk memudahkan mencari tuasan mereka.


“Tuasan akan ditinggalkan sedikitnya tiga hari, menunggu daun tuasan ini berbau anyir dan menempel lumpur,” kata Saiful seorang nelayan di Lampulo. Menurutnya, ikan-ikan kecil  yang ia sebut bibit, akan berdatangan dan bersarang pada tuasan tersebut. Sehingga ikan besar akan berdata ngan memangsa ikan kecil tersebut.

Setelah ikan-ikan besar ini berdatangan, barulah para nelayan melemparkan pukat pada tuasan tersebut. “Waktu mengambil ikan harus di terangi lampu tembak agar terang dan ikan tidak pindah dari tuasan,” kata Saiful menjelaskan. Ikan paling senang jika suasa air terang apalagi saat terang bulan. Saat purnama nelayan mengaku banyak mendapatkan tangkapan ikan. Lampu yang digunakanpun tidak tangung-tangung. Untuk kapal  sejenis KM Fajar Hikmah ini, ia membutuhkan 18 buah lampu dengan menggunakan mesin khusus yang menggunakan bahan bakar solar.

Untuk keperluan perlengkapan tuasan, pemilik kapal harus mengeluarkan modal puluhan juta untuk satu set tuasan. “Satu tuasan seperti kapal kami ini butuh dana Rp 70 juta termasuk upah,” kata Heri, seorang awak kapal. Heri mengatakan, biasanya kapal tempat ia bekerja itu, melempar tuasan ini sejauh 500 mil dari daratan.

“Tuasan ini paling tahan 2 kali melaut saja, paling tidak 15 hari sekali diganti setengahnya. Karena sudah ada bau anyir jadi masih diperlukan untuk memancing bibit,” jelasnya. Setelah ikan besa yang diinginkan nelayan berhasil terjaring dalam pukat, giliran daun lontar untuk menjadi pemancing agar ikan pada tuasan pindah ke daun lontar tersebut.

Para nelayan di Aceh masih tergantung pada penangkapan secara tradisional seperti itu. Namun jika pemilik kapal tidak memiliki modal besar mereka hanya menanggkap ikan dengan menggunakan pukat saja. []




0 komentar:

Posting Komentar