Minggu, Desember 15

Malam pengukuhan

Merah, kuning, hijau, biru dan putih gulungan umbul menjalin diri. Bertopang pada empat tiang kokoh untuk berlindung dari hujan dan terik matahari. Atap umbul warna warni itu bukan hanya satu, berpuluh menutupi segala halaman. Kenyamana nomor satu untuk memayungi ratusan tamu esok hari. 

Warna warni juga ada disepanjang median jalan. Bunga selamat memeriahkan pesta. Di luar pagar terlihat empat mobil baja mengangkang sombong di sisi gerbang. Terdapat satu pos keamanan dari tenda hijau. 

Orang masih berlalu lalang mempersiapkan kesempurnaan. Beberapa kursi diatur lagi agar tak ada cacat cela. Bukan hanya pohon median yang dikepung papan bunga. Pohon di sepanjang jalan juga dipaku si penguasa. 

Ia terpacak dengan paku pada setiap pohon sambil melotot pada siapa saja yang memandangnya. Meski hanya ukuran kecil tapi ia banyak. Ia hampir berkuasa. Namun pohon tak berdaya. 

Semua orang besok akan ia bodohi. Harus mengenakan baju sesuai permintaan. Agar dia nampak dihargai, bukan dipaksakan. Sebagian orang mengambil kesempatan. Kami di rumah hanya meratap. 

ID Card sudah ditangan. Apakah baju yang akan kita kenakan ? tanya seorang kawan. "Aku dulu sekolah agar tak dibodohi," jawabku. Tapi teman ketajingan, ia tidak memperdulikan. Ia patuh, ia garang. Dalam balutan baju serupa potongan. Mereka sama. 

Malam ini aku berdiri pada pohon yang sedang terpaku kesakitan. Dalam rintihan hujan mensimulasikan diri untuk besok. Mana tau ada pawang yang berjaga sejak malam. 

Kenderaan masih saja lalu lalang. Hingga esok polisi berjaga pada setiap simpang. Aku membuang kartu tanda masuk bergambar pintu ukiran. Semoga besok hujan badai atau terjadi kerusuhan. Amin. 

0 komentar:

Posting Komentar