Senin, Februari 25

Pohonku


Kemarin saat pulang sekolah aku membeli sebatang pohon beringin. Daunnya belum banyak, tapi ia memiliki akar yang menjuntai dari batangnya. Pohon ini aneh sekali, akarnya mencoba berbeda. Namanya akar udara. Tetapi ia patuh pada grafitasi.

Ibu bilang pohon itu kemahalan untuk usiaku. Itu koleksi orang tua yang sudah pandai merawatnya. Anehnya para orang tua ini tidak menanam beringin indah ini di tanah. Tetapi di pot yang malah dikerdilkan. Ibu menyarankan beringin ini kutanam saja di halaman samping timur rumah. Kalau siang hari, kamar ku akan terhalangi sinar matahari.
Kini aku mendatangi kebun samping timur rumahku. Tepat depan jendela kamar, lubangnya sudah kusiapkan dari kemarin. Setelah kusiram, aku kulai memetik daunnya satu persatu. Hanya 4 helai disetiap tangkai kutinggalkan. Agar, jika ia sudah mendapat nutrisi, ia dapat prioritas untuk akar dulu. Pekembangan daun bisa belakangan.
Saat malam, kupandangi beringin itu dari jendela kaca kamarku. Dia kesepian, dia kedinginan. Kalau saja aku tanam di pot, dia bisa kumasukkan ke dalam rumah. Tapi ibu menasehati, kalau pohon lebih baik berada di luar, agar kita tidak kompetisi menghirup oksigen kalau malam. Baiklah.
Malam berikutnya, aku tak dapat tidur memikirkan nama untuk pohon mungilku. Namanya harus pas dengan jenis pohonnya. Oke, mari kita cari filosofinya, pohon ini akan besar, ia memiliki akar di luar akar, yang menjuntai pada pohonnya. Namanya akar udara. Mungkin ia ingin bebas, mungkin akar yang ini tak suka tanah. Berarti dia ingin bebas.
Free nama yang cocok menurutku. Ibu protes, kenapa tak memberi nama ara saja. Lebih ilmiah katanya. Lalu kujelaskan tentang akar Free kepada ibu, ia hanya manggut-manggut, lalu menggeleng sambil tersenyum.
Kuharap jika Free sudah besar, ia akan menjadi penyerap air di rumahku jika hujan. Aku tak akan cemburu jika ada burung yang bersarang di dahannya. Aku akan membuatkan ayunan jika dahannya sudah kokoh. Ayahpun punya rencana membuatkan rumah pohon untukku. Agar dapat berduaan dengan Free setiap senja. Yang paling penting aku dapat membaca dan menulis di bawah pohonnya yang rindang. Dan lebih penting lagi, kamarku akan sejuk kalau udara sedang panas.
Ibu bilang aku harus menunggu dua tahun agar pohon dan akarnya benar-benar kokoh. Bagiku tak terlalu lama. Aku akan menikmati setiap tumbuh kembang Free perlahan-lahan, hingga aku tak perlu menyiramnya lagi.
Aku akan menunggu sampai ia berbuah berwarna merah.
**

0 komentar:

Posting Komentar