Minggu, Desember 2

kembalikan Hamzah Fansuri

Aceh pernah menjadi pusat sastra dan agama pada abad ke-16 saat Iskandar Muda menjadi sultan. Sastrawan ternama Hamzah Fansuri merupakan orang yang paling berpengaruh dalam menuliskan karya-karya yang menjadi domentasi sejarah pada masa itu. 

"Saat ini Hamzah Fansuri hanya dilihat orang dari Tasawufnya, padahal ada bidang-bidang lain yanh dihasilkan oleh beliau," kata Hermansyah, Filolog, seorang pengkaji naskah kuno. Ia sangat menyayangkan, seharusnya karya seni seperti ini seharusnya menjadi kajian agar dapat dinikmati oleh generasi penerus. Hal tersebut disampaikan kepada wartawan di sela-sela acara workshop seni dalam rangkaian acara Piasan Seni Banda Aceh 2012.  

Hermansyah bersama teman-teman sastrawannya, saat ini sedang melakukan berbagai kegiatan agar Hamzah Fansuri ini dapat menjadi bapak kesusatraan melayu dan sebagai penyair modern. 

Mengapa sastra melayu? Karena pada masa itu, kata Hermansyah, bahasa melayu adalah bahasa kesatuan yang ada di Asia Tenggara. Selain itu sastra Aceh muncul saat masa Kolonial Belanda masuk ke tanah Aceh. Untuk merahasiakan segala informasi, penulis Aceh mulai menulis menggunakan bahasa Aceh dalam tulisan Arab-Melayu. Seperti yang dilakukan oleh Tgk. Chik Pante Kulu dengan karya nya Prang Sabi.



**
Hermansyah mengajak kepada seluruh sastrawan indonesia untuk menulis ulang sejarah lagi dengan mencantumnkan Hamzah Fansuri. 

"Permasalahan kita adalah kurangnya orang yang mau menulis untuk mendokumentasikan sejarah," ungkap Hermansyah. 

Ia mengatakan, harus ada semacam kebijakan untuk dapat melestarikan tentang sejarah Ache, dalam hal ini peran pemerintah. "Seharusnya sastra Aceh seperti ini memasukkan dalam kurikulum di sekolah-sekolah," harapnya. 

Namun saat ini masyarakat Aceh hampir tidak pernah mendengar karya-karya beliau lagi. Seiring dengan perkembangan zaman ilmu tasawuf hanya di pelajari oleh pesantren dan perguruan tinggi seperti IAIN yang mengisahkan peringatan dan nasehat
Lewat penghayatan spiritual. 

Hamzah Fansuri lewat tulisannya dapat melekatkan  syariat islam dengan pengaruh politik dan agama yang berasal dari Arab dan turki. 

Karya-karya Hamzah Fansuri pada abad ke-16 telah banyak mempengaruhi pesyair modern baik di Indonesia maupun Malaysia. Hamzah Fansuri yang kenal dengan karya-karya ilmu tasawuf dan akidah saja. Padahal masih ada bidang-bidang lainnya seperti sastra prosa, politik budaya dan seni. 

Pengkajian ini penting dan lembaga-lembaga harus lebih giat lagi mengangkat tokoh-tokoh lokal, dengan sendirinya syair-syair Aceh akan terangkat juga. 

" Orang Aceh dalam menlestarikan masih kurang, karena tidak mendapat apresiasi saat ini, padahal penulis telah banyak menciptakan karya-karya sastra dan budaya," kata Hermansyah

0 komentar:

Posting Komentar