Museum diam yang bertabur
nisan, sebuah pojokan tanah di tengah kota yang menjadi jembatan masa lalu,
masa sekarang dan masa datang. Saksi yang menjadi bukti kehebatan pejuang Aceh
saat melawan penjajah. Tentara Belanda yang mati pada masa perang Belanda ini
disemayamkan di sini, Belanda menamakannya Kerkorf. Orang Aceh menyebutnya
“Kerkoft Jrat Kafe”.
Sebanyak 2200 nama
terpajang pada tembok gerbang, dibagi menurut tempat dimana tentara ini gugur.
Gerbang tersebut berukir nama-nama tentara yang gugur di medan perang melawan
masyarakat Aceh menjadi dokumentasi sejarah. Sejak tahun 1873 hingga 1942 adalah
perang Belanda di Aceh yang memakan banyak nyawa dan harta.
“No document, no histori,”
ujar Drs. Rusdi Sufi, Sejarawan yang kini berkantor di dalam kawasan kerkort
tersebut. Kerkoft merupakan jejak aktifitas pada masa lampau berupa benda
termasuk dokumen yang menjadi bukti sejarah kepada dunia. Kerkoft ini kuburan
militer tentara Belanda dan KNIL, kedua terbesar. Kuburan militer pertama
berada di negara Belanda sendiri.
Dalam kitab Bustanul
Salatin yang dikarang oleh Syaikh Nuruddin al Raniri, Kerkoft pada
masa kejayaan Sultan Iskandar Muda digambarkan sebagai sebuah medan atau padang
yang luas. Tempat Putro Phang, Istrinya melepaskan pandangan setiap ia berada
di atas Gunongan.
Memasuki masa peperangan
melawan Belanda, setiap meternya terdapat kuburan, padat, setiap ruang tanah
digunakan untuk mengubur jasad warga asing yang meninggal saat perang Belanda
terjadi.
Sejak awal ekspedisi pertama
tahun 1873 hingga 1874, tentara Perang Kerajaan Hindia Belanda (KNIL)
berdiam diri di Krueng Aceh. Selama 70 tahun, 1/3 tentara Belanda ini gugur di
Aceh dikubur di sini.
Menurut Rusdi, tanah ini
adalah sebuah kebun milik seorang yahudi yang tinggal di Aceh. Borhouwer adalah
pemilik tanah yang menghibahkan menjadi kuburan tentara militer Belanda. Yang
kemudian tempat ini kita kenal dengan Gampong Blower. Tepatnya di Kecamatan
Baiturrahman, Kota Banda Aceh.
Tidak semua tentara yang
gugur sempat dikubur disini, terkadang kuburan mereka berada di wilayah Aceh
lain dan tidak disemayamkan di Kerkoft. Namun nama mereka turut terpampang
di senarai nama pada gerbang masuk. Saat perang masih berkecamuk, tidak ada
nisan yang menyatakan nama atau tempat. Penanda kuburan hanya berupa nomor yang
di tulis pada pelat kayu dan di pancang di atas kuburan.
Namun, teman-teman tentara
yang masih hidup ini, mengumpulkan uang untuk membuat nisan yang layak, agar
nama dan tempat dapat di cetak pada nisan-nisan tersebut. Terkadang pada satu
nisan terdapat banyak nama dalam satu resimen atau kompi.
Tidak semua
penghuni Kerkoft adalah tentara, ada yang berprofesi sebagai dokter,
pastor dan pastinya pemilik tanah tersebut. Wanita dan anak-anak asing korban
perang juga disemayamkan di sini. Bahkan penduduk asing yang meninggal karena
berbagai macam penyakit juga mendiami Kerkoft. Seorang gubernur sipil Aceh
asal Belanda, Mr. A Ph. Van Aken juga memiliki nisan di Kerkoft ini.
Ia berjasa telah memugar Masjid Raya dengan menambah dua kubah pada mesjid raya
Baiturrahman.
Namun, terdapat seorang
pangeran muda Islam di dalam Kerkoft. Ia yang dieksekusi karena difitnah
berzina, sehingga ayahnya menghukum mati dan menguburkan ia terasing dari
keluarga. Podjoet Meurah Pupok adalah anak dari Sultan Iskandar Muda, raja yang
berkuasa saat itu. Nisan Podjoet sangat berbeda dengan nisan penghuni lainnya.
Nisan ini terbuat dari batu kapur yang berukir seperti layaknya orang islam
pada masa itu. Sedangkan nisan lainnya terbuat dari semen dan marmer yang telah
tersentuh modern.
Dari nama Podjoet lah, yang
berarti pangeran muda, sebuah yayasan dibangun untuk memugar kerkoft menjadi
museum peninggalan Belanda. Setelah lama perang mereda, tanggal 29 Januari
1976, seorang kolonel pensiunan tentara Belanda bernama Brendgen, berkunjung ke
Aceh untuk melihat kondisi Aceh dan kuburan tersebut. Ia lah yang berinisiatif
mendirikan sebuah yayasan untuk memugar dan membangun
kembali Kerkoft agar dapat menjadi sebuah dokumen bersejarah. Yayasan
Stichting Peutjut Found didirikan untuk menyerap dana dari negeri Belanda yang
dibutuhkan untuk membangun dan merawat kuburan tersebut.
Brendgen juga yang berusaha
memindahkan jasad J.H.R Kohler, jendral yang mati di tembak di depan Masjid
Raya. Pada tahun 1978 jasad Kohler yang semula berada di Batavia (kini
Jakarta), setelah 105 tahun dipindahkan agar berkumpul dengan para tentaranya
di Aceh. Atas permintaan masyarakat Aceh, kuburan ini dikuburkan di
Peutjut Kerkoft dengan upacara militer saat itu. Permintaan masyarakat
ini untuk membalas kebaikan pemerintah Belanda yang telah membangun dan merawat
kuburan Abdul Hamid yang bertugas sebagai Duta Aceh di Belanda pada tahun 1602.
Semasa Jepang menduduki
Aceh, banyak nisan di Kerkoft yang dihancurkan oleh orang tak
dikenal. Nisan petinggi yang memiliki gelar khusus terdapat Patung dada atau
patung wajah di tembok nisan, hilang. Sebuah patung dada yang terbuat dari
perunggu juga raib. Seperti milik seorang tentara KNIL, Letnan H. M. Vis adalah
tentara muda yang berbakat dan mendapat penghargaan dari Raja William. Raja
Belanda saat itu memberi penghargaan dengan membuatkan ia patung dada dengan
wajah Vis. Kini hanya tersisa pilar dan dokumen pada nisan itu.
Sebelumnya Kerkoft juga
pernah dipugar oleh gubernur Aceh Abdullah Muzakir Walad
(1967-1978). Hingga kini, pemerintah Aceh mendapat bantuan dana setiap
tahun untuk memugar dan mengurus Kerkoft. Dinas Kebersihan dan Keindahan
Kota setiap tahun mengecat dan bertanggung jawab
merawat Kerkoft tersebut.
Yayasan juga mencetak buku
panduan Kerkoft berdasarkan sejarah yang diterjemahkan dalam tiga
bahasa yaitu bahasa Belanda, Inggris dan Indonesia. Buku panduan ini biasanya
dijual untuk wisatawan.
“Yayasan Stichting
Peutjut Found sekarang kekurangan dana. Karena orang Belanda yang perduli
tentang sejarah sudah tidak ada lagi,” aku Rusdi. Menurutnya generasi muda di
Belanda menilai, tidak terlalu penting mengurus kuburan di negri orang.
Sebagai salah satu
perwakilan dari Yayasan Stichting Peutjut Found yang berada di Aceh, ia masih
peduli akan sejarah. Sebagai dosen sejarah dan dosen bahasa Belanda, ia
menganggap dokumentasi yang ada pada kuburan dan gerbang kerkoft penting untuk
memperlihatkan kepada dunia, bahwa bangsa Aceh pernah menumpaskan penjajahan di
tanahnya. “Walaupun Aceh sempat dikuasai tetapi tidak pernah ditaklukkan,” katanya.
Rusdi berinisiatif untuk
meminta kepada Depan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) agar menganggarkan dana
pemugaran Kerkoft. Sehingga peninggalan sejarah ini menjadi tanggung jawab
Pemerintah Aceh. “Kerkoft merupakan aset pariwisata yang harus dikembangkan dan
dijaga,” ungkapnya. Ia mengatakan, DPRA telah memberi respon yang baik dan
bersedia untuk membantu perawatan kuburan militer Belanda ini.
**
0 komentar:
Posting Komentar