Sabtu, Oktober 27

Lelaki Dalam Secangkir Kopi


Malam itu aku tak dapat tidur. Juna baru saja menelfon untuk yang terakhir kali. Dia telah mengambil keputusan untuk melanjutkan master ke Jerman bulan depan. mengapa harus dia mengatakannya saat aku senang, bahagia mendapatkan kerja baru di percetakan ternama. Saat aku sedang semangat ingin berbagi bahagia dengannya.
Bisakah pagi berganti dengan malam jika aku tak tidur, pasti berita buruk yang akan dikatakan Juna. Tapi matahari tetap saja muncul dengan ceria. Yah.. aku masih bahagia dengan email dari Pak Usman tentang tawaran menulis cerpen. Hayalan dan ide nulis silih berganti dengan penasarannya ketemu Juna besok.
Jam delapan teng aku tiba di Solong UK. Kusapu seluruh tenda dengan pandanganku di depan parkir untuk cari cowok gimbal dengan kemeja kotak-kotak, nihil. Akhirnya aku memutuskan duduk di dalam warung, teras pasti akan panas nantinya. Dan Menghindari teras yang akan berdatangan teman-teman yang biasa nongkrong disitu. Biar lebih leluasa nangis kalau terjadi apa-apa nantinya.
Waiter datang menyapaku. Hanya dengan senyuman, dia tau apa pesananku dengan mengatakan “Biasakan ?”. aku hanya mengangguk-angguk lemas padanya. Efek begadang mulai terasa. Mungkin seperti biasa, Juna terlambat 30 menit.
Kuseruput sangerku. Kopi ini akan menenangkanku selama aku masih bengong sendiri. Juna muncul di depanku dengan muka layu. Dia hanya telat 10 menit pagi ini. Pasti pertemuan terakhir sehingga dia on time. “Jadi?” aku membuka pembicaraan. “kamu harus senang dengan kepergianku, itu salah satu doamu” katanya. Dia mulai menceritakan tentang undangan biasiswanya. “aku ingin kamu mencari pria lain yang baik hati, yang bisa menemanimu selalu”. Bicara sambil menunduk. Kuteguk sanger dingin, tapi tak berasa sanger lagi. Kopi ini mulai terasa asam. Lalu aku tersenyum dan mencandainya “ hey, kalau kamu pergi aku pasti jadi rebutan disini”. Lalu kami tertawa bersama. Walau tertawa terasa dibuat-buat, terus saja kami tertawa tak henti saling mengejek pacar yang akan kami dapat nantinya. Aku pamit sambil meneguk sanger dingin yang tak dingin lagi. Hanya ada rasa susu kali ini karna aku tak sempat mengaduk lagi. Aku meninggalkan solong dengan menahan air mata.
Sebulan sudah berlalu, aku kecanduan sanger dingin dengan rasa kopi kental kurang susu. Setiap kesempatan aku akan singgah di Solong untuk beli sanger yang harus kubawa ke kantor dan bawa pulang. Baru sekarang aku sadar, setiap rasa kangen datang aku kecanduan sanger dingin. Menjadi penulis tetap di kantor baru, aku mendapatkan pujian dari Pak Usman. Katanya cerpenku banyak mendapat pujian. Pembaca menamakan aku miss galau. Damn. Rahasia umum sih, kalau aku sedang patah hati. Jadi kami memutuskan untuk celebrate di Solong untuk cerpen filosofi sanger yang sedang hangat dibicarakan.
Dengan sempoyongan aku memasuki mobil Dika yang menjemputku di depan lorong. Dika ingin memanjakanku hari ini. Dika memang redaktur yang baik hati. Pak Usman and the genk sudah memesankan aku sanger dingin. Aku baru ingat, dari tadi malam aku belum makan, takutnya sanger ini akan membuatku mules. Tapi ya sudah.... semua orang merayakan cerpenku yang pertama tentang kopi. Lima menit kemudian aku mulai mules... bolak balik aku ke kamar kecil dan menjadi bahan tertawaan mereka. 30 menit kemudian, aku merengek pada Dika minta pulang karna sudah keringgat dingin menahan kram perut. Pak Usman teriak saat melihatku mulai pucat. Hari itu juga aku harus dilarikan ke rumah sakit. Asam lambungku kumat. Yaahh, inilah kata tubuhku menyambut bahagia yang tak bisa kunikmati. Aku tak cocok dengan sanger, efek susu hanya membuat mules dan kopi, membuatku susah tidur. kopi dan lelaki sama saja efeknya.
Bulan kedua. Aku bingung mau nulis filosofi kopi tentang apa lagi. Kali ini Pak Usman memberi waktu dua minggu, waktu main-main sudah dicabut dan aku harus lebih serius lagi. Memasuki minggu kedua, aku belum menentukan angle tentang kopi.
Kali ini aku lebih sering memantau warung kopi Rumoeh Aceh Kupi yang dilengkapi dengan mesin canggih pembuat kopi. Disana aku bukannya konsentrasi cari bahan, malah kesem-sem sama barista yang ganteng. Barista itu bernama Joe, he is bad boy. Duda keren yang bercerai dengan istrinya yang bule waktu dia masih tinggal di Amerika. Istrinya tidak ingin tinggal di Indonesia karena harus mengejar karir. Hampir setiap hari kami bertemu untuk membicarakan tentang jenis-jenis kopi yang ada di dunia. Joe selalu tidak setuju dengan sanger, yang katanya, sanger itu hanya kopi unik tidak bisa dibilang kopi yang mendunia. Takaran sanger tidak ada yang tetap dan setiap gelas akan memiliki rasa berbeda. Benar juga sih.
Joe senang dekat denganku, karna aku sempat menulis profil tentangnya di koran tempat dulu aku berkerja. Lumayan masih bisa freelance dan bisa  sedekat ini dengan Joe. Cerpen selesai dengan gaya tulisan kuliner dan cinta. Aku tak bisa memisahkan perasaan dan tulisan. Begitulah tulisanku selama ini. Espresso hanya membuatku terjaga dan tidak candu.
Harusnya aku sadar diri, cintaku sama Joe hanyalah cinta pohon kelapa. Akunya cinta, dianya nggak apa-apa. Dia duda keren yang masih trauma sama pernikahan. Sedangkan aku, selalu membicarakan tentang rumah masa depan yang hanya membuatnya bosan. Jadi jika ingin bersama Joe, aku harus menikmati espresso yang efek paitnya kentara. Terjaga sementara.

                Pak Usman tetap senang dengan statement espresso di cerpenku. Tapi Dika tidak puas dengan tulisanku kali ini, dia protes. Katanya tidak cocok kalau aku harus menyamakan duda dengan espresso. Hehehe.. itu kopi kesukaanya. Dasar, si Dika bujang lapok.
Bulan ini, aku harus menemani kakakku yang lagi hamil, jadi aku harus tinggal dirumahnya hanya untuk masak. Biasalah ibu-ibu hamil, mereka sering memamfaatkan kehamilannya buat malas-malasan. Aku sangat tidak setuju dengan acara ngidam yang sering dibuat-buat kak Beta.
                Suatu hari, suaminya nyelutuk kalau dia ingin ditulisin tentang kopi. Bang Taufik ingin tau kalau dia termasuk laki-laki kopi yang mana. Ternyata sudah tua masih saja narsis. Karna dia seorang aktivis politik, aku membuatkan cerpen di bulan ketiga ini tentang Bang Taufik saja. Aku tertarik dengan kopi kesukaanya yang aneh. Kopi pancung.
                Kak Beta selalu protes kalau karir suaminya, dia sering ditinggalin sama suami dan menurutnya kerjaan aktivis sangat berbahaya. Keluarga sering mendapat teror dan panik dibuatnya. Bang Taufik seorang idealis yang suka koar-koar dengan temannya kalau sedang ada aksi. Di dunia politik jika terlalu idealis akan didepak orang. Baru saja iparku itu di singkirkan dari lembaganya lantaran tidak sama kepentingan. Jadi dia sedang kecanduan kopi pancung agar selalau terjaga untuk membuat tulisan dan opini. Kini dia sedang mengumpulakan pasukan baru dengan mahasiswa untuk pembebasan tahanan politik. Dari nama saja kopi pancung ini sudah seram. Apa lagi pekerjaan yang digeluti Bang Taufik. Aktivis selalu terlihat keren dimataku.
                Bulan ini Pak Usman memberikan bonus besar untuk cerpen kopi pancung. Twitterku kebanjiran mention setiap hari. Sekedar muji cerpen atau promisikan tulisan ini. Taaaapi... tak ada satupun dari followerku yang nambah 1000 orang yang ngasi lampu hijau buat ditaksirin. Naseb.
Bulan keempat. Sms masuk tengah malam dari Ali gebetanku dulu. “ingin curhat”. Curhat aja cari aku, kalau lagi senang dengan istri aja lupa. Ternyata si Ali lagi ribut sama mertuanya. Yaa... imbasnya ribut sama istri juga. “udah dua minggu nggak dapat jatah”. Akunya kesal. Hahahaaa.... mampu lu!
                Curhatan sering terjadi di tempat Gym tempat biasa kami ketemu dulu. Setiap hari aku bertugas hanya jadi tong sampah si Ali dan aku harus harus menjadi pendengar yang baik. Kalau tidak begitu, ntar aku dibilang bukan seorang pendengar dan pembicara yang baik. Itulah pelajaran yang aku dapat darinya saat masih bahagia dulu. Ali adalah gebetan tetap selama lima tahun walaupun kami terkadang punya pacar masing-masing. Cinta yang long lasting tapi gak pernah jadian. Anehkan?
                Alasan jarak membuat kami nggak ingin punya status. Dan dia malah kawin duluan sama juniornya di mapala. Istrinya paling cemburu sama aku, ya iyalah ... cuma aku yang bisa buat Ali itu bisa berfikir jernih dengan segala wejangan disaat dia galau. Namanya tong sampah.
                Akhirnya Ali lari dari rumah selama seminggu. Kami meng-gila ke Sumatra Utara untuk panjat tebing hanya berdua. Lumayan, bisa nostalgia dan menyelesaikan panjat tebing Sikulikap. Di tebing bisa teriak-teriak sambil curhat, terkadang nyanyi bareng. Sampai selesai pemanjatan selama empat hari kami menamatkan semua album Iwan Fals. Kalau sudah suntuk kami masak mie instan dan cappucino sacset.
                Indah sih bersama Ali, tapi suami orang. Gebetan yang status gak jelas dan suka timbul tenggelam cocok sama cappucino yang efeknya sementara dan cepat saji bahagianya. Hanya cappucino kopi sacset yang aku kenal. Akhirnya Ali jadi tokoh utama dalam kisah lelaki cerpen bulan depan dengan judul cappucino itu selingkuhan.
                Kali ini aku menulis tentang lelaki yang agak berbeda. Italian Rose, kopi dingin ala Rumoeh Aceh Kupi yang rasanya aneh banget dilidahku. Ini tentang kisah si Mimi temanku. Janda seksi ini seorang entertain sejati, gayanya udah kayak Shahrini aja kian hari.
                Mimi seorang penyanyi berkelas yang punya suara seperti Norah Jones membuat lelaki mabuk kepayang kalau dengar suaranya. Sekarang Mimi sedang galau, mikirin pacarnya. Om Heru yang berstatus suami orang minta kawin. Mimi galau gara-gara, om Heru itu kaya banget, ganteng banget, nyambung dan “hot banget”, kata mimi. Mau ditolak... cinta, mau diterima... laki orang. Kasian mimi, saban hari harus nyanyi lagu galau adele, full se-album. Om Heru sangat berkelas untuk dilepaskan. Mimi bisa berhenti kerja keras cari duit, biaya perawatan dan kecantikan pastinya akan dipenuhi oleh Om Heru. Hati-hati Mi, sama Italian Rose, kalau gak ngerti menikmatinya gak akan enak kopi bapak-bapak aneh itu.
Bulan berikutnya, tentang kopi tubruk. Gara-gara cerpen kopi tubruk ini aku hampir saja dipecat Pak Usman. Dia marah besar dengan alasan, tidak boleh ada yang jelek citra laki-laki dalam kopi. Untung Dika bela-belain menjelaskan bahwa kopi ini juga positif isinya. Hanya saja dia tersinggung kalau aku membuat kopi tubruk ini lelaki siaga. Siap antar jaga yang berarti setia banget sama pasangannya. Sampai-sampai Pak Usman tidak menegurku seminggu lamanya. Hampir tidak terbit cerpenku yang ini. Belakangan aku baru tau dari Dika kalau Pak Usman suami-suami takut istri. Wakakkaa.. derita lo deh pak.
Setelah berbulan-bulan mendiskripsikan lelaki dalam filosofi kopi. Akhirnya aku menemukan kopi jenis baru yang cocok buat lambungku. Dia seorang lelaki rapi, hah? Nggak salah aku. Gak lah.... cinta itu unik bisa naksir sama siapa aja. Lelaki ini bukan hanya rapi, seorang programer yang perfeksionis dan selalu tepat waktu. Jauh bangetlah bedanya sama aku.
                Aku hanya mengikuti nasehat teman-teman bahwa aku harus move on. Sekali move on dapatnya malah yang aneh, menurutku. Kopi ini dapat membuatku terjaga untuk menulis semua kisah lama yang kutuang dalam minuman sebagai ciri lelaki. Kami cocok dalam segala hal. Kandungan kopi yang sangat kental, ia ciri kopi konvension yang biasanya diminati oleh orang pesisir, tepatnya pelaut. kebetulan dia pecinta senja. Banyak inspirasi yang dihasilkan selama ini, kopi ini menemani malam-malamku. Canduku pada kopi bernama klasik membuat aku bahagia dan mengakhiri petualangan cerpen kopiku. pertanyaannya sekarang bagaimana aku memiliki kopi ini selamanya.
                Hidup bukan saja tentang memilih kopi yang enak, tapi juga harus mengetahui kandungan yang sesuai dengan lambung kita. Satu hal yang harus kulakukan dengan kopi jenis Klasik ini adalah aku harus meninggalkan kopi Arabika yang selama ini menganggu lambung. Memang biji kopi ini terlalu rendah cafeine tapi rasa asamnya membuatku tak nyaman. Pohonnya cocok dengan iklim apapun, jadi lelaki jenis Arabika ini banyak terkandung di kopi manapun. Iklim hatiku kan unik dan berbeda gak bisa dengan ordinary kopi.
                Makanya kini aku harus minum kopi Klasik dengan biji Robusta organik dari Gayo Luwes. Biji kopi ini tumbuh di dataran tinggi, yah... sesuai dengan gayanya yang ordinary tapi radikal, mungkin cocok dibilang ya... ortodok. Kenapa kopi ini berkualitas? Karena perawatannya sangat bagus dan lagi, kelangkaan kopi ini akan menjadikan dia juga seorang yang unik. Indonesia hanya menyumbang 10% kopi Robusta untuk perdagangan kopi. Kopi dengan cita rasa yang pahit ini cowok banget dan memiliki kandungan cafeine lebih tinggi dari Arabika. Sejauh ini hubunganku dengan Maimun memberi pengarus baik pada lambungku.
                Dengan terbitnya buku kumpulan cerpen ini, Pak Usman segera memberikan tugas baru yang lebih menantang untuk menulis novel sains. Baiklah Pak, asal honornya dinaikin ya!.

Rahasia :
Lelaki itu kopi, kamu kira-kira yang mana?
Cerpen itu pacaran, Novel itu nikah.
Gimana menurut kamu?
Jika ada kesamaan nama hanyalah fiktif belaka. Jika ada kesamaan kisah dan tempat, berarti saya terinspirasi oleh anda. Terima kasih.

0 komentar:

Posting Komentar