Harum bunga cengkeh sangat kentara yang dijemur di atas
aspal, jalan lorong Mesjid. Satu ikat kayu bakar
yang bersandar di salah satu tiang. Di teras rumah,
beliau beristirahat ditemani rokok kreteknya. Rumah kayu setengah permanen dan tiga unit
sepeda motor terparkir di garasi rumah. Jemuran bergelantungan di tali yang menyambung setiap tiang teras rumah
itu. Di sudut rumah terdapat kios yang dipagari dengan kawat pagar kotak-kotak
kecil. Tersusun rapi beberapa mie instan dan sayuran terlihat dari luar.
Belum ada tanda-tanda kios bakso akan dibuka karena hari masih terlalu panas
untuk berjualan bakso.
“piyoeh, piyoeh…
“ kata Abdul Gani, yang biasa dipanggil
Kep. Nama panggilannya sebagai kapten ditempat ia berkerja. Beliau
sempat meminta maaf karna tidak memakai baju karna cuaca panas siang itu. Peluh masih tersisa di jidat dan badannya saat
itu, Kep nampak sedang beristirahat pulang dari kebun
mengambil kayu bakar untuk bahan bakar membuat bakso. Kami duduk diteras dengan kursi malas plastik
sambil menghadap mesjid di depan kami.
Ia mengawali cerita dengan kenangannya mendapatkan
Nomination Award saat bulan Februari 2010.
Wiwin, seorang staf Divisi Marine, Fauna and Flora international (FFI),
telah mendaftarkan desa Iboih. Taman laut Iboih mendapat juara III dalam kategori
pengelolaan daya tarik wisata berwawasan lingkungan, Cipta pesona wisata. Saat itu
yahwa, ikut serta sebagai panglima laôt Iboih senior bersama walikota Sabang,
Munawar Liza Zainal. Mereka menerima langsung penghargaan tersebut dari menteri kebudayaan dan pariwisata, Jero
Wacik.
Panglima laôt merupakan suatu struktur adat dikalangan
masyarakat adat yang bermukim di pesisir dalam menjalan kan hukôm adat laôt.
Peran Muhammad Kep, sebagai panglima laôt yang memberikan ide
kepada masyarakat desa untuk menyusun dan mendokumentasikan peraturan baru yang menguntungkan masyarakat dalam
mengelola wisata Iboih. Sehingga hukôm adat laôt yang diterapkan kini,
banyak memberikan kontribusi pada perekonomian penduduk setempat.
Kep bersama penduduk Iboih melakukan sosialisasi hasil peraturan yang telah disepakati keseluruh panglima laôt yang ada di pulau Weh. Agar nelayan kepulauan Sabang yang mencari ikan
ke kawasan zona inti yang dikelola masyarakat Iboih, maklum dengan peraturan
baru mereka.
Kep membentuk satuan petugas (Satgas) untuk mengawasi
pengelolaan laut. Ia menjelaskan, bahwa tugas Satgas ini melakukan patroli setiap dua
kali seminggu untuk mengawasi adanya pelanggaran yang dilakukan di zona inti
pengelolaan konservasi. Sehingga kini penjagaan taman laut lebih terorganisir.
Satgas sendiri berasal dari penduduk setempat, mereka dengan sukarela
melalakukan patroli tanpa ada bayaran sama sekali. Kep juga mengurus surat keputusan (SK)
dan tanda pengenal untuk melegalkan Satgas ini.
Kep berharap suatu saat pemerintah mau mensupport
panglima laôt dengan memberikan bantuan boat kepada Satgas. “Saya harap
kesiapan pemerintah atau swasta untuk kesejahteraan Satgas.” Harapnya. Selama ini pak
kep mencari dukungan keuangan dari perusahaan yang membuka usaha disekitar desa
Iboih. Dengan bantuan sebanyak Rp. 700,000 tersebut hanya mencukupi bahan
bakar boat saja. Ia juga mengiginkan agar pemerintah mau membangun tower pemantau di
pulau Rubiah untuk aktifitas pengawasan tadi.
Kini hanya kegiatan memancing saja yang diperboleh di
zona inti. Dulu banyak kegiatan mencari ikan yang merugikan dan merusak terumbu
karang. Nelayan sebelumnya sudah maklum dan mengerti akan kegiatan yang
merugikan tersebut. Namun nelayan dari luar Iboih sering melakukan pelanggaran
tanpa ada peraturan yang baku dan tertulis. Kegiatan lainnya yang dilarang
seperti menjaring ikan dengan menggunakan pukat, menembak ikan dan pancing
intip. Kegiatan pancing intip ini menggunakan racun potasium untuk membuat udang dan ikan hias pingsan saja. Efek zat ini
dapat mematikan dan merusak terumbu karang.
Hukôm adat laôt Iboih hanya mengelola 700 hektare oleh panglima Laôt. Selebihnya,
2600 hektare luas laut masuk ke dalam Taman Wisata Laut (TWL). Kep mengaku, saat ini hanya mampu mengawasi
wilayah inti saja untuk menjaga kelestarian taman laut. Sebagai aset wisata
bagi masyarakat untuk mengelola wisata Iboih yang menjadi destinasi selam dan snorkling.
Masyarakat setempat sangat merasakan
peran Kep sebagai panglima laôt. Kep mencoba membuat peraturan seperti apa yang
diinginkan masyarakat. “Selama panglima laôt
baru, sekitar setahun kami membuat sistim loket pada boat yang membawa tamu,
biar semua boat dapat giliran,” kata ketua kelompok wisata Iboih, Nasir Ishak. Banyak
kemajuan wisata selama dua tahun terakhir, ungkap Nasir.
Nasir mengaku sangat setuju dengan adat laôt yang
berlaku selama ini. “Sekarang kami banyak membuat acara-acara adat laôt, minggu lalu
kami buat khanduri Laôt. Tahun ini kami sudah mengadakan acara Iboih kanaval. Acara ini
semua disupport oleh panglima laôt. ”Penduduk merasakan bahwa panglima laôt memiliki
power dalam meningkatkan kegiatan-kegiatan acara adat laôt. Melalui peran panglima
laôt seperti Kep aspirasi masyarakat
tersampaikan.
Peraturan yang dibuat bersama-sama ini
telah menghilangkan kesalah fahaman yang selama ini terjadi diantara
masyarakat. 70 persen masyarakat yang berkerja mengelola wisata mendapat kesempatan
yang sama dalam mencari rezeki di laut Iboih.
Peran Kep tidak hanya terhenti di laut saja. Hutan mangrove yang rusak parah akibat
terjangan tsunami, kini menjadi salah satu kegiatan panglima laôt dalam tugas
rehabilitasi. Dalam kampanye pendidikan, panglima laôt menyediakan lahan seluas
satu hektare untuk kegiatan penanaman mangrove
yang dilakukan oleh anak-anak sekolah. Kep berharap, kawasan mangrove ini menjadi tempat wisata pendidikan dan nantinya menjadi
pusat riset untuk kepentingan penelitian mangrove.
Diusianya awal 40 tahun, Kep tidak mengharapkan gaji
atau SK untuk jabatannya sebagai panglima laôt. Ia hanya ingin keberhasilan ini dikenang oleh
penduduk Iboih. Semangat dan berjiwa besar untuk gampong, yang telah memberikan
kontribusinya dalam menjaga lingkungan. “Gajah mati meninggalkan
gading, saya mati meninggalkan kenangan.” ucapnya mantap.
Ia cukup merasa puas berkerja sebagai kru di salah satu
perusahaan sekolah selam di Gapang. Sempat dua tahun ia cuti pada pemilik
perusahaan untuk serius mengurus adat Laôt. Pemilik perusahaan yang
berkebangsaan Belanda menyambut baik maksud Kep. Kini ia menjadi koordinator
kru boat yang hanya berkerja paruh waktu.
Kep melakukan pencegahan terhadap kerusakan lingkungan laut dan pesisir. Perubahan
iklim dan bencana yang dapat merusak ekosistem laut memang tak dapat dicegah oleh manusia. Namun, Kep disini berusaha
meminimalisir kerusakan lingkungan dengan melakukan perbaikan pada ekosistem
laut dan pesisir.
Panglima laôt ditempat lain hanya melakukan pelestarian
adat istiadat, mengatur wilayah penangkapan ikan dan menyelesaikan sengketa. Meskipun dalam prakteknya
panglima laôt belum sejalan dengan kegiatan masyarakat setempat.
Kep tidak seorang diri mengkoordinir masyarakat di
Iboih, beliau sering meminta nasehat atau sekedar curhat pada Yahwa. Ishak Idris
yang sering dipanggil Yahwa (paman) karna beliau dituakan, merupakan panglima
laôt yang pertama mendapat SK dari walikota Harun Ali. Yahwa telah menjabat
sebagai panglima laôt selama 35 tahun dilhôkIboih. Bersama yahwa Kep sering melakukan sosialisasi ke
kawasan lain. Mereka sering diminta menjadi pembicara atau berdiskusi masalah
penyelesaian masalah bersama masyarakat.
Kep kini cukup puas dengan hasil kerja
kerasnya selama ini. Wilayah wisata Iboih menjadi tempat percontohan wisata
berbasis masyarakat. Kini, masyarakat Anoe Itam ingin menjadikan laut mereka
sebagai tempat wisata taman laut. Begitu juga dengan desa Ie Meule sedang
membuat peraturan agar desa mereka bisa menjadi seperti Iboih, menjadi kawasan
wisata yang menjaga kelestarian lingkungan dan keberlansungan taman wisata alam
laut pulau Weh.
0 komentar:
Posting Komentar