Sabtu, Oktober 27

Iboih baru Dimata Panglima Laot

Harum bunga cengkeh sangat kentara yang dijemur di atas aspal, jalan lorong Mesjid. Satu ikat kayu bakar yang bersandar di salah satu tiang. Di teras rumah, beliau beristirahat ditemani rokok kreteknya. Rumah kayu setengah permanen dan tiga unit sepeda motor terparkir di garasi rumah. Jemuran bergelantungan di tali yang menyambung setiap tiang teras rumah itu. Di sudut rumah terdapat kios yang dipagari dengan kawat pagar kotak-kotak kecil. Tersusun rapi beberapa mie instan dan sayuran terlihat dari luar. Belum ada tanda-tanda kios bakso akan dibuka karena hari masih terlalu panas untuk berjualan bakso.
 “piyoeh, piyoeh… “ kata Abdul Gani, yang biasa dipanggil  Kep. Nama panggilannya sebagai kapten ditempat ia berkerja. Beliau sempat meminta maaf karna tidak memakai baju karna cuaca panas siang itu. Peluh masih tersisa di jidat dan badannya saat itu, Kep nampak sedang beristirahat pulang dari kebun mengambil kayu bakar untuk bahan bakar membuat bakso. Kami duduk diteras dengan kursi malas plastik sambil menghadap mesjid di depan kami.
Ia mengawali cerita dengan kenangannya mendapatkan Nomination Award saat bulan Februari 2010.  Wiwin, seorang staf Divisi Marine, Fauna and Flora international (FFI), telah mendaftarkan desa Iboih. Taman laut Iboih mendapat juara III dalam kategori pengelolaan daya tarik wisata berwawasan lingkungan, Cipta pesona wisata. Saat itu yahwa, ikut serta sebagai panglima laôt Iboih senior bersama walikota Sabang, Munawar Liza Zainal. Mereka menerima langsung penghargaan tersebut  dari menteri kebudayaan dan pariwisata, Jero Wacik.
Panglima laôt merupakan suatu struktur adat dikalangan masyarakat adat yang bermukim di pesisir dalam menjalan kan hukôm adat laôt. Peran Muhammad Kep, sebagai panglima laôt yang memberikan ide kepada masyarakat desa untuk menyusun dan mendokumentasikan peraturan baru yang menguntungkan masyarakat dalam mengelola wisata Iboih. Sehingga hukôm adat laôt yang diterapkan kini, banyak memberikan kontribusi pada perekonomian penduduk setempat.
Kep bersama penduduk Iboih melakukan sosialisasi hasil peraturan yang telah disepakati keseluruh panglima laôt yang ada di pulau Weh. Agar nelayan kepulauan Sabang yang mencari ikan ke kawasan zona inti yang dikelola masyarakat Iboih, maklum dengan peraturan baru mereka.
Kep membentuk satuan petugas (Satgas) untuk mengawasi pengelolaan laut. Ia menjelaskan, bahwa tugas Satgas ini melakukan patroli setiap dua kali seminggu untuk mengawasi adanya pelanggaran yang dilakukan di zona inti pengelolaan konservasi. Sehingga kini penjagaan taman laut lebih terorganisir. Satgas sendiri berasal dari penduduk setempat, mereka dengan sukarela melalakukan patroli tanpa ada bayaran sama sekali. Kep juga mengurus surat keputusan (SK) dan tanda pengenal untuk melegalkan Satgas ini.
Kep berharap suatu saat pemerintah mau mensupport panglima laôt dengan memberikan bantuan boat kepada Satgas. “Saya harap kesiapan pemerintah atau swasta untuk kesejahteraan Satgas.” Harapnya. Selama ini pak kep mencari dukungan keuangan dari perusahaan yang membuka usaha disekitar desa Iboih. Dengan bantuan sebanyak Rp. 700,000 tersebut hanya mencukupi bahan bakar boat saja. Ia juga mengiginkan agar pemerintah mau membangun tower pemantau di pulau Rubiah untuk aktifitas pengawasan tadi.
Kini hanya kegiatan memancing saja yang diperboleh di zona inti. Dulu banyak kegiatan mencari ikan yang merugikan dan merusak terumbu karang. Nelayan sebelumnya sudah maklum dan mengerti akan kegiatan yang merugikan tersebut. Namun nelayan dari luar Iboih sering melakukan pelanggaran tanpa ada peraturan yang baku dan tertulis. Kegiatan lainnya yang dilarang seperti menjaring ikan dengan menggunakan pukat, menembak ikan dan pancing intip. Kegiatan pancing intip ini menggunakan racun potasium untuk membuat udang dan ikan hias pingsan saja. Efek zat ini dapat mematikan dan merusak terumbu karang.
Hukôm adat laôt Iboih hanya mengelola 700 hektare oleh panglima Laôt. Selebihnya, 2600 hektare luas laut masuk ke dalam Taman Wisata Laut (TWL). Kep mengaku, saat ini hanya mampu mengawasi wilayah inti saja untuk menjaga kelestarian taman laut. Sebagai aset wisata bagi masyarakat untuk mengelola wisata Iboih yang menjadi destinasi selam dan snorkling.
Masyarakat setempat sangat merasakan peran Kep sebagai panglima laôt. Kep mencoba membuat peraturan seperti apa yang diinginkan masyarakat. “Selama panglima laôt baru, sekitar setahun kami membuat sistim loket pada boat yang membawa tamu, biar semua boat dapat giliran,” kata ketua kelompok wisata Iboih, Nasir Ishak. Banyak kemajuan wisata selama dua tahun terakhir, ungkap Nasir.
Nasir mengaku sangat setuju dengan adat laôt yang berlaku selama ini. “Sekarang kami banyak membuat acara-acara adat laôt, minggu lalu kami buat khanduri Laôt. Tahun ini kami sudah mengadakan acara Iboih kanaval. Acara ini semua disupport oleh panglima laôt. ”Penduduk merasakan bahwa panglima laôt memiliki power dalam meningkatkan kegiatan-kegiatan acara adat laôt. Melalui peran panglima laôt seperti Kep aspirasi masyarakat tersampaikan.
Peraturan yang dibuat bersama-sama ini telah menghilangkan kesalah fahaman yang selama ini terjadi diantara masyarakat. 70 persen masyarakat yang berkerja mengelola wisata mendapat kesempatan yang sama dalam mencari rezeki di laut Iboih.
Peran Kep tidak hanya terhenti di laut saja. Hutan mangrove yang rusak parah akibat terjangan tsunami, kini menjadi salah satu kegiatan panglima laôt dalam tugas rehabilitasi. Dalam kampanye pendidikan, panglima laôt menyediakan lahan seluas satu hektare untuk kegiatan penanaman mangrove yang dilakukan oleh anak-anak sekolah. Kep berharap, kawasan mangrove ini menjadi tempat wisata pendidikan dan nantinya menjadi pusat riset untuk kepentingan penelitian mangrove.
Diusianya awal 40 tahun, Kep tidak mengharapkan gaji atau SK untuk jabatannya sebagai panglima laôt. Ia hanya ingin keberhasilan ini dikenang oleh penduduk Iboih. Semangat dan berjiwa besar untuk gampong, yang telah memberikan kontribusinya dalam menjaga lingkungan. “Gajah mati meninggalkan gading, saya mati meninggalkan kenangan.” ucapnya mantap.
Ia cukup merasa puas berkerja sebagai kru di salah satu perusahaan sekolah selam di Gapang. Sempat dua tahun ia cuti pada pemilik perusahaan untuk serius mengurus adat Laôt. Pemilik perusahaan yang berkebangsaan Belanda menyambut baik maksud Kep. Kini ia menjadi koordinator kru boat yang hanya berkerja paruh waktu.
Kep melakukan pencegahan terhadap kerusakan lingkungan laut dan pesisir. Perubahan iklim dan bencana yang dapat merusak ekosistem laut memang tak dapat dicegah oleh manusia. Namun, Kep disini berusaha meminimalisir kerusakan lingkungan dengan melakukan perbaikan pada ekosistem laut dan pesisir.
Panglima laôt ditempat lain hanya melakukan pelestarian adat istiadat, mengatur wilayah penangkapan ikan dan menyelesaikan sengketa. Meskipun dalam prakteknya panglima laôt belum sejalan dengan kegiatan masyarakat setempat.
Kep tidak seorang diri mengkoordinir masyarakat di Iboih, beliau sering meminta nasehat atau sekedar curhat pada Yahwa. Ishak Idris yang sering dipanggil Yahwa (paman) karna beliau dituakan, merupakan panglima laôt yang pertama mendapat SK dari walikota Harun Ali. Yahwa telah menjabat sebagai panglima laôt selama 35 tahun dilhôkIboih. Bersama yahwa Kep sering melakukan sosialisasi ke kawasan lain. Mereka sering diminta menjadi pembicara atau berdiskusi masalah penyelesaian masalah bersama masyarakat.
Kep kini cukup puas dengan hasil kerja kerasnya selama ini. Wilayah wisata Iboih menjadi tempat percontohan wisata berbasis masyarakat. Kini, masyarakat Anoe Itam ingin menjadikan laut mereka sebagai tempat wisata taman laut. Begitu juga dengan desa Ie Meule sedang membuat peraturan agar desa mereka bisa menjadi seperti Iboih, menjadi kawasan wisata yang menjaga kelestarian lingkungan dan keberlansungan taman wisata alam laut pulau Weh.

0 komentar:

Posting Komentar